“Makanan yang disajikan masih hangat dan fresh, sehingga tidak ada lagi SPPG yang memproduksi massal ribuan paket dalam sehari untuk banyak sekolah,” jelas Charles.
Ia menekankan, pola produksi berbasis sekolah lebih sesuai dengan prinsip keamanan pangan karena volume yang dimasak lebih kecil, distribusi lebih singkat, dan kualitas lebih mudah dipantau.
Harapan Publik: Program Tetap Jalan, Tapi Lebih Aman
Meskipun kasus keracunan mencoreng nama program MBG, publik menilai kebijakan ini tetap penting bagi pemenuhan gizi anak sekolah. Namun, ke depan, keamanan pangan dan transparansi sistem harus menjadi prioritas utama agar program berjalan sesuai tujuan mulianya.
Dengan evaluasi ketat, audit menyeluruh, serta opsi dapur sekolah yang lebih dekat dengan anak-anak, diharapkan program MBG bisa benar-benar menjadi solusi gizi, bukan malah memunculkan masalah kesehatan baru.
BACA JUGA:Begini Cara BGN Verifikasi Dapur MBG, Meski Nyatanya Banyak yang Fiktif
Kesimpulan
DPR melalui Charles Honoris memberi sinyal tegas: program Makan Bergizi Gratis butuh evaluasi total. Penambahan dapur baru harus ditunda, rantai produksi wajib diaudit, dan konsep dapur sekolah dinilai lebih aman serta transparan.
Kini, bola ada di tangan pemerintah. Apakah berani mengubah sistem agar anak-anak Indonesia bisa menikmati makanan sehat tanpa rasa waswas?