JAKARTA, PostingNews.id – Penetapan Nadiem Makarim sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam kasus korupsi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek membuat gelombang isu membesar bukan hanya di dalam negeri. Aroma internasionalnya mulai tercium karena menyangkut satu nama besar: Google.
Perusahaan raksasa teknologi asal Amerika Serikat itu akhirnya buka suara. Tapi alih-alih membela atau menyangkal, pernyataan mereka cenderung defensif dan low-key. “Kami tidak memberikan komentar atas putusan terbaru Kejaksaan Agung,” ujar perwakilan Google Indonesia kepada wartawan, Kamis, 4 September 2025.
Mereka hanya menegaskan komitmennya terhadap pendidikan di Indonesia, seolah ingin memisahkan diri dari riuh perkara hukum ini.
Google juga menekankan mereka hanya penyedia teknologi, dan semua urusan pengadaan perangkat dilakukan langsung oleh pihak pemerintah dengan para mitra dan reseller lokal. Dengan kata lain, Google ingin menyampaikan bahwa tanggung jawab atas skema pengadaan ada di luar kuasa mereka.
BACA JUGA:Begini Cara 5 Tersangka ‘Mainkan’ Proyek Chromebook Kemendikbud
Namun, pernyataan formal Google tak lantas memupus fakta yang disampaikan Kejagung. Dalam jumpa pers, Direktur Penyidikan Jampidsus Nurcahyo Jungkung Madyo menyebut bahwa sejak Februari 2020, Nadiem aktif menjalin komunikasi dengan Google Indonesia.
Dalam pertemuan itu, dibahas penggunaan Chrome OS dan Chrome Device Management (CDM) sebagai platform utama untuk proyek digitalisasi pendidikan nasional.
Tak berhenti di situ. Pada 6 Mei 2020, Nadiem disebut menggelar rapat virtual tertutup via Zoom bersama jajarannya—mulai dari Dirjen PAUD Dikdasmen hingga Kepala Litbang Kemendikbudristek—untuk membahas teknis pengadaan Chromebook. Bahkan, peserta rapat diminta memakai headset, sebuah detail yang disebut oleh Kejagung sebagai indikasi rapat senyap.
Yang membuat perkara ini lebih rumit adalah fakta bahwa tawaran serupa dari Google pernah ditolak oleh Menteri Pendidikan sebelumnya, Muhadjir Effendy, karena dianggap tidak cocok untuk kondisi geografis dan infrastruktur sekolah-sekolah di wilayah 3T (terluar, tertinggal, dan terdalam).
BACA JUGA:Dari Gojek ke Rutan, Jejak Karier Nadiem yang Kini Berujung Tersangka Korupsi Chromebook
Tapi di bawah kepemimpinan Nadiem, skema itu justru dijalankan secara luas dengan nilai proyek yang disebut-sebut mencapai Rp9,3 triliun, dan kini menimbulkan dugaan kerugian negara hingga Rp1,98 triliun.
Singkatnya, Google memang bukan pelaku utama, tapi tidak bisa dilepaskan dari lanskap skema pengadaan yang kini jadi sorotan. Jika bukan karena sistem operasinya (Chrome OS), produk Chromebook tak mungkin jadi ujung tombak proyek TIK nasional. Bukan sekadar alat, tapi keputusan strategis.
Kini, dunia pendidikan digital Indonesia dipaksa merenung apakah proyek raksasa ini dibangun atas visi transformasi atau justru jebakan manis dari teknologi global yang tak pernah cocok sepenuhnya dengan realitas lokal?
Kasus Google Cloud di Kemendikbudristek Menanti Babak Lanjut
Setelah badai Chromebook mengguncang dunia pendidikan digital Indonesia dan menyeret Nadiem Makarim ke status tersangka, kini awan digital bernama Google Cloud ikut tersambar petir. KPK tengah membuka lembar baru dalam penyelidikan pengadaan layanan cloud computing di Kemendikbudristek—yang disebut-sebut beraroma miliaran dan melibatkan banyak pihak, termasuk mantan pimpinan GoTo.