Lebih jauh, Mu’ti mengungkapkan bahwa tantangan pendidikan Indonesia hari ini bukan hanya pada rendahnya capaian literasi dan numerasi, tetapi juga pada krisis minat belajar.
Banyak anak-anak kehilangan semangat, bahkan merasa asing dengan dunia pendidikan.
Untuk itu, Deep Learning diharapkan mampu menjadi jembatan antara dunia sekolah dengan dunia nyata yang mereka hadapi.
Sebagai bagian dari transformasi ini, Kemendikdasmen juga tengah menyusun rencana penyederhanaan muatan pelajaran.
Materi pelajaran akan difokuskan pada inti-inti nilai dan keterampilan utama yang dapat diterapkan lintas konteks.
Tujuannya bukan sekadar mengurangi beban siswa, tapi agar mereka benar-benar memahami dan mampu menggunakan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
BACA JUGA:Fakta-Fakta Kasus Eksploitasi Eks Pemain OCI, Rantai Kekerasan di Balik Sirkus Nyata?
“Makin sedikit, makin bermakna. Kita tidak ingin siswa belajar banyak hal tapi tak memahami satu pun secara utuh,” tegasnya.
Pendekatan ini juga sejalan dengan visi pendidikan sepanjang hayat, di mana siswa tidak hanya diajar untuk lulus ujian, tapi untuk terus berkembang, berpikir kritis, dan beradaptasi dengan dunia yang terus berubah.
Program ini dirancang untuk tidak berhenti di ruang kelas, melainkan mendorong tumbuhnya budaya belajar yang berkelanjutan, dari rumah, komunitas, hingga dunia kerja.
Mendikdasmen menutup pemaparannya dengan keyakinan bahwa pendidikan harus memuliakan manusia, bukan menyeragamkan mereka.
“Setiap anak punya jalan belajarnya masing-masing. Tugas kita adalah menciptakan ruang, memberi arah, dan merawat semangat mereka.”
Dengan semangat Deep Learning, Kemendikdasmen berharap siswa-siswa Indonesia tidak hanya cerdas secara akademik, tapi juga bahagia, utuh, dan siap menghadapi masa depan.