JAKARTA, POSTINGNEWS.ID - Kampus, sebagai institusi pendidikan tinggi, merupakan ruang yang rentan terhadap kekerasan berbasis gender.
Dalam catatan Komite Nasional (Komnas) Perempuan, kasus kekerasan di perguruan tinggi tahun 2023 menunjukkan peningkatan dari 12 laporan kasus di tahun 2022 menjadi 37 kasus Dalam catatan Komite Nasional Perempuan sejak tahun 2001 hingga 2022, terdapat 3,8 juta laporan jumlah kasus kekerasan berbasis gender.
Menanggapi hal itu, Gun Gun Heryanto, Dekan FDIKom UIN Syarif Hidayatullah menyebutkan, tindak kekerasaan berbasis gender dapat terjadi karena tingkat literasi masyarakat terhadap keadilan gender belum terbentuk.
BACA JUGA:MK Bolehkan Kampanye di Kampus, Kok Bisa? Begini Maksudnya
“Keadilan dimulai dari pikiran. Artinya, sejak dari diri sendiri, pola pikir terhadap keadilan gender sudah harus ditanamkan,” ujarnya saat membuka kegiatan.
Menurut Abby Gina Boang Manalu, kekerasan berbasis gender (KBG) adalah jenis kekerasan yang diarahkan pada seseorang karena jenis kelamin atau gender merek.
“KBG sering kali terkait erat dengan norma sosial, budaya, dan struktur kekuasaan yang mempengaruhi hubungan gender,” tutur Pemimpin Redaksi Jurnal Perempuan yang menjadi salah satu narasumber pada perhelatan ini.
Ia menambahkan, kampus sebagai institusi pendidikan, punya tanggungjawab untuk merespons situasi ini. Melalui pendidikan, aktivisme, dan pers kampus. Isu KBG dan kekerasaan seksual dapat disuarakan, diperjuangkan, dan diarusutamakan sebagai isu yang serius.
BACA JUGA:5 Top Kampus-kampus Teratas di Indonesia yang Jadi Impian Perusahaan! Apakah ada Kampus Anda?
Hal senada disuarakan Bintan Humeira, Ketua Prodi Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah. Membangun narasi-narasi sensitif gender perlu dibangun di lingkungan kampus. Sebab literasi yang rendah menyebabkan individu rentan menjadi korban atau bahkan menjadi pelaku kekerasan tanpa mereka sadari.
“Peran dosen dan mahasiswa, khususnya para aktivis pers kampus, sangat signifikan untuk mendukung kampanye anti kekerasan,”jelasnya di acara sama.
Bintan menambahkan, bahwa mengatasi tingginya kasus kekerasan butuh kerja kolaboratif. Oleh sebab itu, Prodi Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengadakan Workshop Literasi Anti Kekerasan Berbasis Gender pada Selasa,24 Oktober 2023 di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKom) UIN Jakarta.
Workshop ini bekerjasama dengan The Asian Muslim Action Network (AMAN) dan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), dan didukung oleh Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Jakarta, Prodi Jurnalistik menyelenggarakan workshop mengenai kekerasan berbasis gender di lingkungan kampus. Diharapkan adanya workshop ini dapat meningkatkan literasi para dosen dan mahasiswa, serta aktivis pers kampus terhadap isu-isu yang berkaitan dengan kekerasan.
Dalam kesempatan sama, Dr. Wiwi Siti Sajaroh dari Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) mengatakan bahwa sejak kongres pertama tahun 2017, KUPI berkomitmen pada perjuangan dan advokasi hak-hak perempuan dari perspektif Islam. Fatwa KUPI tentang penghapusan kekerasan seksual berhasil diakomodasi dalam Undang- Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).