JAKARTA, POSTINGNEWS.ID - Suku Polahi dikenal sebagai komunitas terasing yang mendiami hutan pedalaman Gorontalo.
Menurut cerita yang beredar, mereka berasal dari pelarian pada zaman kolonial Belanda, yang memutuskan untuk mengasingkan diri ke dalam hutan demi menghindari penjajahan. Sejak saat itu, mereka menjadi suku terasing yang masih ada hingga kini.
Wilayah pedalaman hutan di Provinsi Gorontalo, seperti Boliyohuto, Paguyaman, dan Suwawa, menjadi tempat tinggal bagi suku Polahi sejak abad ke-17.
Istilah "Polahi" dalam bahasa Gorontalo berasal dari kata "Lahi-lahi", yang berarti pelarian atau sedang dalam pelarian.
Suku ini merupakan warga Gorontalo yang melarikan diri ke hutan karena takut ditindas oleh penjajah Belanda.
BACA JUGA:Beasiswa Unggulan Kemendikbud 2023 Kembali Dibuka, Cek Jadwal dan Persyaratannya di Sini!
Orang Polahi secara historis hidup dalam adaptasi dengan lingkungan hutan.
Setelah Indonesia merdeka, sebagian keturunan mereka masih memilih tinggal di hutan dan mewarisi sikap anti penjajahan dari leluhur mereka.
Mereka menganggap orang luar suku Polahi sebagai penjajah.
Salah satu hal unik dari suku Polahi adalah tradisi perkawinan sedarah yang menjadi ciri khas mereka.
Berbeda dari kebanyakan budaya, suku ini melaksanakan sistem perkawinan sedarah, yang memungkinkan anggota keluarga yang memiliki ikatan darah untuk menikah satu sama lain.
Meskipun dianggap tidak biasa, sistem ini sudah berlangsung sejak zaman kolonial.
BACA JUGA:Tips Kecantikan: Ini Rahasia yang Bisa Bikin Kulit Kamu Tetap Kencang dan Glowing!
Namun, penelitian mengungkap bahwa sistem perkawinan sedarah di suku Polahi bukanlah hasil dari adat kebiasaan, melainkan karena minimnya pengetahuan tentang pergaulan dengan kelompok luar.
Kekurangan pemahaman tentang genetika dan dampak buruk kawin sedarah menyebabkan mereka melanjutkan praktik ini.