Heboh Fenomena Bediding di Jawa Timur dan NTT, Begini Penjelasan Secara Ilmiahnya!
Heboh fenomena bediding, suhu lebih dingin saat malam di Jawa Timur dan NTT||Ilustrasi by Pixabay
TRENDINGNEWS.ID - Kejadian suhu udara dingin yang dirasakan beberapa daerah di Jawa Timur saat musim kemarau, menimbulkan pertanyaan besar.
Ditambah, beredarnya berita yang mengkaitkan hal tersebut dengan ‘fenomena aphelion’, alhasil banyak masyarakat bertanya-tanya.
Fenomena suhu udara dingin merupakan fenomena alamiah yang biasa terjadi di bulan-bulan puncak musim kemarau (Juli - September).
Saat ini wilayah Jawa hingga NTT menuju periode puncak musim kemarau, pada periode ini ditandai oleh pergerakan angin bertiup dominan dari arah Timur yang berasal dari Benua Australia.
Perlu diketahui, pada bulan Juli ini wilayah Australia berada dalam periode musim dingin, sehingga sifat dari massa udara yang berada di Australia menjadi dingin dan kering.
Tekanan udara yang cukup tinggi di Australia menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia (dikenal dengan istilah Monsoon Dingin Australia).
Angin monsun Australia yang bertiup menuju wilayah Indonesia melewati perairan Samudera Indonesia yang memiliki suhu permukaan laut juga relatif lebih dingin, sehingga mengakibatkan suhu di beberapa wilayah di Indonesia terutama bagian selatan khatulistiwa (Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara) terasa juga lebih dingin.
Kemudian berkurangnya awan dan hujan di Pulau Jawa, Bali, NTB, dan NTT terlihat cukup signifikan dalam beberapa hari terakhir, fenomena ini disertai dengan berkurangnya kandungan uap air di atmosfer.
Secara fisis, uap air dan air merupakan zat yang cukup efektif dalam menyimpan energi panas.
Sehingga, rendahnya kandungan uap di atmosfer ini menyebabkan energi radiasi yang dilepaskan oleh bumi ke luar angkasa pada malam hari tidak tersimpan di atmosfer dan energi yang digunakan untuk meningkatkan suhu atmosfer di atmosfer lapisan dekat permukaan bumi tidak signifikan.
Hal inilah yang menyebabkan suhu udara di Indonesia saat malam hari di musim kemarau relatif lebih rendah dibandingkan saat musim hujan atau peralihan.
Selain itu juga kandungan air di dalam tanah menipis sehingga uap air di udara sangat sedikit jumlahnya, ini dibuktikan dengan rendahnya kelembaban udara.
Temukan konten Postingnews.Id menarik lainnya di Google News
Sumber: