Pembebasan Puluhan Narapidana Korupsi Disorot, Ini Tanggapan Menkumham...
Menkumham Yasonna H. Laoly-Instagram @yasonna.laoly-
JAKARTA, POSTINGNEWS.ID - Pembebasan puluhan narapidana korupsi baik melalui Surat Keputusan (SK) Pembebasan Bersyarat maupun mendapat Cuti Menjelang Bebas (CMB), mendapat sorotan dari sejumlah pihak.
Menanggapi hal ini, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (9/9/2022), mengatakan pembebasan sedikitnya 24 orang narapidana kasus korupsi tersebut sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.
Sebelumnya, pada 6-7 September 2022, sebanyak 24 orang narapidana kasus korupsi keluar dari lembaga pemasyarakatan pada 6-7 September, baik karena memperoleh Surat Keputusan (SK) Pembebasan Bersyarat maupun mendapat Cuti Menjelang Bebas (CMB).
Yasonna menyebutkan, Peraturan Pemerintah Nomor 99 sudah di-review, ada juga keputusan Mahkamah Agung yang mengatakan bahwa narapidana berhak mendapatkan remisi.
BACA JUGA:Terlibat Peredaran dan Miliki Sabu, Polda Jabar Pecat Kasat Narkoba Polres Karawang
Jadi, lanjut Yasonna, sesuai prinsip non-diskriminasi, kemudian di-judicial review-lah PP 99. Dikatakan Yasonna, pihaknya dalam penyusunan Undang-Undang Pemasyarakatan menyesuaikan dengan judicial review.
Untuk diketahui, Mahkamah Agung mencabut dan membatalkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, sehingga Kemenkumham telah menerbitkan Permenkumham Nomor 7 Tahun 2022.
Dalam Permenkumham Nomor 7 Tahun 2022 tersebut, disebutkan bagi koruptor yang ingin mendapatkan remisi bebas bersyarat wajib membayar denda dan uang pengganti. Namun, tidak perlu mendapatkan pernyataan kesediaan untuk bekerja sama sebagaimana ditetapkan oleh instansi penegak hukum seperti dalam PP 99 tahun 2012.
+++++
Yasonna menegaskan, pihaknya tidak mungkin melawan aturan dari keputusan judicial review terhadap undang-undang yang ada.
Pembatalan PP Nomor 99 Tahun 2012 sesungguhnya diawali Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 41 Tahun 2021.
Putusan MK tersebut membuka pintu lebar bagi MA, melalui putusan Nomor 28P/HUM/2021, yang menyatakan pasal-pasal "pengetatan remisi" PP 99 bertentangan dengan UU Pemasyarakatan dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Penghilangan syarat justice collabolator dalam putusan MA menjadikan hal tersebut sebagai syarat pemberian hak sesuai dengan UU Nomor 31 Tahun 2014.
BACA JUGA:Bripka RR Saksi Kunci Drama Perselingkuhan Segi Tiga di Magelang
Sebanyak 23 narapidana koruptor menerima program pembebasan bersyarat yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kemenkumham pada 6 September 2022.
Ke-23 nama narapidana korupsi yang memperoleh pembebasan bersyarat tersebut ialah Ratu Atut Chosiyah, Desi Aryani, Pinangki Sirna Malasari, dan Mirawati.
Berikutnya, Syahrul Raja Sampurnajaya, Setyabudi Tejocahyono, Sugiharto, Andri Tristianto Sutrisna, Budi Susanto, Danis Hatmaji, Patrialis Akbar, Edy Nasution, Irvan Rivano Muchtar, dan Ojang Sohandi.
+++++
Kemudian, Tubagus Cepy Septhiady, Zumi Zola Zulkifli, Andi Taufan Tiro, Arif Budiraharja, Supendi, Suryadharma Ali, Tubagus Chaeri Wardana Chasan, Anang Sugiana Sudihardjo, dan terakhir Amir Mirza Hutagalung. Sedangkan, seorang narapidana korupsi yaitu Jero Wacik mendapatkan Cuti Menjelang Bebas (CMB).
Dasar pemberian hak bersyarat narapidana berupa pembebasan bersyarat mengacu pada Pasal 10 UU Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.
Persyaratan pembebasan bersyarat tersebut adalah berkelakuan baik, aktif mengikuti program pembinaan dan telah menunjukkan penurunan tingkat risiko, serta telah menjalani masa pidana paling singkat dua per tiga dengan ketentuan dua per tiga masa pidana tersebut paling sedikit sembilan bulan.
Temukan konten Postingnews.Id menarik lainnya di Google News
Sumber: