Bicara Komando dan Krisis Sumatra, SBY Seperti Ingin Menegur Prabowo Tanpa Menyebut Nama
SBY menyoroti komando dan manajemen krisis penanganan bencana Sumatera. Kritik ke Prabowo terasa, meski disampaikan dengan bahasa halus.-Foto: IG @presidenyudhoyonoalbum-
JAKARTA, PostingNews.id — Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memilih jalan aman ketika bicara soal penanganan bencana di Sumatera di bawah pemerintahan Prabowo Subianto. Ia tidak melontarkan kritik keras, tidak pula menguliti kebijakan secara frontal. Padahal, dari nada dan susunan pikirannya, terlihat jelas SBY menyimpan banyak catatan yang sejatinya ingin ia sampaikan lebih jauh.
SBY menuliskan pandangannya setelah mengikuti perkembangan bencana banjir dan tanah longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat pada akhir November 2025. Ia mengaku perhatiannya tertuju pada besarnya dampak yang ditimbulkan, mulai dari korban jiwa hingga kerusakan infrastruktur dan fasilitas publik, sekaligus bagaimana pemerintah pusat dan daerah merespons situasi tersebut.
“Perhatian saya tertuju pada seberapa parah bencana tersebut, termasuk korban jiwa serta kerusakan infrastruktur dan fasilitas publik. Juga langkah-langkah apa yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat maupun daerah,” tulis SBY dalam unggahan di akun X @SBYudhoyono pada Rabu, 24 Desember 2025.
Sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, SBY mengingatkan bahwa penanganan bencana bukan urusan sederhana. Apalagi pada fase tanggap darurat, ketika akses transportasi lumpuh dan koordinasi kerap tersendat di lapangan. Dalam konteks itulah, ia menyinggung soal pentingnya ketangkasan kepala negara dalam mengendalikan situasi krisis.
BACA JUGA:Jemaah Haji Terdampak Bencana Sumatera Terancam Tertunda, Kuota Bisa Dialihkan ke Provinsi Lain
“Komando dan pengendalian harus efektif, dan idealnya presiden bisa memimpin melalui manajemen krisis yang dijalankan,” kata mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Sosial dan Keamanan itu.
SBY sadar betul setiap presiden memiliki gaya memimpin yang berbeda. Ia menyebut pendekatan Prabowo tak bisa disamakan dengan caranya saat memimpin negara menghadapi tsunami Aceh dan Nias pada 2004, gempa Yogyakarta 2006, maupun gempa Padang 2009. Perbedaan itu, menurut SBY, lahir dari konteks bencana yang tidak pernah sama, baik dari sisi jenis bencana, tingkat kerusakan, hingga dampak sosial ekonomi yang menyertainya.
Ia menekankan bahwa proses rehabilitasi dan rekonstruksi selalu memerlukan waktu panjang serta dukungan pembiayaan yang tidak kecil. Di luar itu, diperlukan pula rencana induk yang matang dan kebijakan yang dijalankan secara konsisten di lapangan. Meski begitu, SBY menilai Prabowo menunjukkan keseriusan dengan turun langsung ke lokasi bencana dan memberikan perhatian penuh.
“Saya juga tahu, Presiden Prabowo telah mengambil sejumlah kebijakan untuk membangun kembali provinsi-provinsi di Sumatera yang mengalami bencana alam tersebut,” ujar ayah dari Agus Harimurti Yudhoyono itu.
BACA JUGA:Jemaah Haji Terdampak Bencana Sumatera Terancam Tertunda, Kuota Bisa Dialihkan ke Provinsi Lain
Di bagian lain catatannya, SBY menyisipkan sejumlah kiat yang bisa dibaca sebagai pesan halus sekaligus pengingat. Ia menyebut setidaknya ada empat hal krusial agar pemulihan infrastruktur pascabencana berjalan efektif. Pertama, konsep rehabilitasi dan rekonstruksi harus disusun dengan baik. Kedua, kepemimpinan serta pengorganisasian di lapangan mesti berjalan efektif. Ketiga, implementasi rencana besar harus dieksekusi dengan disiplin. Keempat, penggunaan kas negara wajib dijalankan dengan akuntabilitas penuh.
Catatan itu ditutup dengan ajakan agar semua pihak mendukung langkah pemerintah dalam memulihkan wilayah terdampak.
“Mari kita dukung langkah-langkah pemerintah untuk membangun kembali Sumatera pascabencana dan memastikan saudara-saudara kita yang terkena musibah memiliki masa depan yang baik,” tutur putra Raden Soekotjo itu.
Di lapangan, dampak bencana tercatat sangat besar. Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat korban meninggal akibat bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat mencapai lebih dari 1.100 jiwa. Berdasarkan data per 23 Desember 2025, sebanyak 1.106 orang meninggal dunia dari 52 kabupaten dan kota di tiga provinsi tersebut, sementara 175 orang lainnya masih dinyatakan hilang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News