Raja Juli Kaitkan Banjir Sumatera dengan Banyak Faktor, Publik Masih Menunggu Pengakuan yang Lebih Jelas
Raja Juli menyebut banjir Sumatera dipicu banyak faktor mulai cuaca ekstrem hingga kerusakan DAS sementara publik menilai penjelasan pemerintah belum memadai.-Foto: Antara-
JAKARTA, PostingNews.id – Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni memaparkan bahwa bencana banjir dan longsor yang menghantam Sumatera bukan lahir dari satu faktor tunggal. Pemerintah melihat ada rangkaian penyebab yang saling dorong-mendorong hingga akhirnya berubah menjadi bencana besar. Penjelasan tersebut ia sampaikan dalam rapat kerja Komisi IV DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Kamis 4 Desember 2025.
“Bencana banjir bandang dan longsor khususnya di tiga provinsi, yaitu Aceh, Sumut, dan Sumbar terjadi karena kombinasi beberapa faktor yang saling terkait dan mengait” ujar Raja Juli.
Ia menguraikan salah satu penyebabnya adalah siklus tropis Senyar yang memicu cuaca ekstrem dan curah hujan yang tak kenal jeda. Namun persoalannya tidak berakhir di langit. Kondisi geomorfologi Daerah Aliran Sungai ikut memperparah, ditambah kerusakan pada daerah tangkapan air yang seharusnya menjadi benteng alam.
“Namun juga ada karena bentuk geomorfologi DAS Daerah Aliran Sungai, serta yang ketiga adalah tentu karena ada kerusakan pada daerah tangkapan air” kata dia.
BACA JUGA:Air Bah di Sumatera Belum Hilang, Jejak Krisis Lingkungan Makin Terang
Dalam rapat tersebut Raja Juli membawa kabar yang ia anggap positif. Ia menyebut deforestasi Indonesia hingga September 2025 menurun 49.700 hektare dibanding 2024 atau turun 23,01 persen. Ia menegaskan tren penurunan ini juga tampak pada tiga provinsi yang kini dilanda banjir besar. Menurutnya, Aceh mencatat penurunan 10,04 persen, Sumatera Utara turun 13,98 persen, dan Sumatera Barat turun 14 persen.
“Penurunan deforestasi tersebut juga teridentifikasi pada 3 provinsi terdampak banjir. Di Aceh menurun sebesar 10,04 persen. Di Sumut menurun sampai 13,98 persen, dan di Sumbar turun 14 persen jika dibandingkan dengan 2024” tegasnya.
Namun angka-angka optimistis itu berbenturan dengan data lapangan yang jauh lebih muram. Per 3 Desember 2025 jumlah korban tewas akibat banjir bandang dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat mencapai 770 orang. Tambahannya tidak sedikit, dan pencarian korban masih berlanjut.
"Secara total korban meninggal yang tervalidasi 770 jiwa dan korban hilang yang masih dalam pencarian 463 jiwa" ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam jumpa pers virtual pada Rabu 3 Desember 2025.
BACA JUGA:Bahlil Baru Sebatas Ancam Cabut IUP Tambang Nakal yang Disorot dalam Banjir Sumatera
Rinciannya menunjukkan skala dampak yang hampir merata. Aceh kehilangan 277 jiwa, Sumatera Utara 299 jiwa, dan Sumatera Barat 194 jiwa. Sementara korban hilang di Aceh mencapai 193 jiwa, di Sumut 159 jiwa, dan di Sumbar 111 jiwa. Angka-angka ini memberi gambaran bahwa medan bencana tidak ringan dan kemungkinan korban bertambah masih besar.
Data Pusdatin BNPB juga memperlihatkan kerusakan yang meluas pada rumah warga. Terdapat 3.300 rumah rusak berat, 2.100 rusak ringan, dan 4.900 rusak ringan. Selain itu banjir dan longsor juga memorak-porandakan berbagai fasilitas umum termasuk gedung pendidikan dan tempat ibadah yang seharusnya menjadi titik pemulihan masyarakat.
"Jembatan 45,48 persen mengalami kerusakan, fasilitas ibadah 20,21 persen, fasilitas pendidikan 32,92 persen, dan fasilitas kesehatan 1,38 persen" tulis data tersebut.
Jumlah penduduk terdampak pun tidak kecil. Di Sumatera Utara sebanyak 1,6 juta orang merasakan dampaknya. Di Aceh sekitar 1,5 juta orang, sementara di Sumatera Barat ada 140.500 warga yang ikut terkena imbas bencana.
Paparan Raja Juli menegaskan bencana ini bukan hanya pekerjaan air hujan belaka. Ada kombinasi faktor alam, kerusakan kawasan penyangga, dan tata ruang sungai yang tidak lagi sekuat dulu. Di sisi lain pemerintah membawa klaim penurunan deforestasi sebagai bukti perbaikan, meski realitas korban dan kerusakan menunjukkan bahwa pekerjaan rumah di sektor lingkungan masih jauh dari rampung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News