Prabowo Sudah Kantongi Laporan Dugaan Pembalakan Liar di Balik Banjir Sumatera

Prabowo Sudah Kantongi Laporan Dugaan Pembalakan Liar di Balik Banjir Sumatera

Prabowo disebut sudah menerima laporan dugaan pembalakan liar yang diduga memicu banjir besar di Sumatera. Pemerintah mulai evaluasi pengelolaan hutan.-Foto: Antara-

JAKARTA, PoatingNews.id — Ketua MPR Ahmad Muzani memastikan Presiden Prabowo Subianto sudah menerima laporan lengkap soal dugaan pembalakan liar yang disebut-sebut sebagai biang kerok banjir akbar di Sumatera. Hari ini, 2 Desember 2025, Muzani keluar dari Istana Jakarta sambil bilang lugas bahwa Prabowo sudah “dapat masukan yang komprehensif”.

Tapi ketika ditanya apakah laporan itu secara gamblang menyebut pembalakan hutan sebagai pemicu banjir besar, Muzani memilih pasang rem tangan dan tidak mau buka bocoran.

Sementara itu, dunia maya sempat heboh setelah video gelondongan kayu ikut terbawa arus banjir viral di akhir November. Di rekaman dari Sumatera Utara itu, batang-batang pohon tampak numpang arung jeram bersama banjir bandang dari arah hulu. 

Pemandangan serupa juga terlihat pascabanjir di Sumatera Barat, dengan kayu-kayu berserakan seakan habis dipanen banjir, bukan dipanen manusia.

BACA JUGA:Parpol Berlomba Bantu Korban Banjir Sumatera, Warga Terbantu tapi Aroma Cari Panggungnya Tercium

Muzani mengaku sudah melihat sendiri foto-foto tumpukan kayu yang hanyut di berbagai titik bencana. Ia bahkan menduga tumpukan itu bukan korban badai semata, melainkan kayu hasil tebangan yang ikut terseret arus. Pendeknya, kalau hujan jadi biang banjir, kayu-kayu itu seperti memberi plot twist baru di lapangan.

Dari pihak pemerintah, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni ikut buka suara. Baginya, banjir dan longsor yang menerjang Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat bukan cuma bencana, tetapi alarm keras yang nyaringnya sampai ke kementerian. Raja Juli menyebut peristiwa ini sebagai waktu yang pas buat bercermin soal pengelolaan hutan dan lingkungan, apalagi kalau bicara pencegahan bencana ekologis yang ujung-ujungnya merugikan rakyat.

“Semua mata melihat, semua telinga mendengar, semua kita merasakan apa yang terjadi di daerah tiga provinsi itu. Kami mengatakan duka yang mendalam, tapi ini juga momentum yang baik untuk kita mengevaluasi kebijakan,” ujar Raja Juli dalam pernyataannya pada Ahad, 30 November 2025.

Bencana banjir dan longsor di Sumatera dalam sepekan terakhir memang berlangsung dalam skala yang luar biasa besar. Data BNPB yang sudah muncul sejak Senin–Selasa lalu menunjukkan ratusan korban jiwa, ratusan orang hilang, ribuan rumah rusak, ratusan jembatan putus, dan lebih dari 3 juta warga terdampak. Di beberapa daerah, banjir datang bersamaan dengan material kayu dalam jumlah besar, yang memicu pertanyaan publik soal apakah ada faktor kerusakan hutan yang ikut memperparah situasi.

BACA JUGA:Dari Tsunami sampai Banjir Sumatera, Membaca Pola Soeharto Hingga Prabowo dalam Menyikapi Bencana Besar

Di lapangan, tim evakuasi TNI, Polri, BNPB, Basarnas, dan relawan masih bergulat membuka akses ke desa-desa terisolasi. Sejumlah menteri juga bergerak: Menteri Sosial menyiapkan huntara, Menteri Pertanian menjamin stok beras aman, dan Menteri Kehutanan mulai bicara soal evaluasi besar-besaran.

Di tengah situasi ini, pernyataan Muzani soal Prabowo yang sudah mengantongi laporan komprehensif makin relevan. Apalagi sebelumnya Menteri Kehutanan Raja Juli memang telah mengatakan bahwa peristiwa ini harus jadi momentum evaluasi tata kelola hutan dan lingkungan. Belum lagi kemunculan video tumpukan kayu yang hanyut dan terseret banjir dari hulu, yang membuat dugaan publik soal pembalakan liar makin menguat.

Namun sejauh ini, pemerintah belum menyebut secara resmi bahwa pembalakan liar adalah penyebab utama banjir. Yang jelas, banjir ini terjadi saat ada fenomena cuaca ekstrem dan siklon tropis yang disebut BMKG menyebabkan hujan setara curah satu bulan turun hanya dalam satu hari. Kombinasi faktor cuaca ekstrem dan kerentanan ekologis inilah yang kini sedang diinvestigasi pemerintah.

Dengan begitu, konteks politik dan kebijakan mulai bertemu di titik yang sama, apakah bencana ini murni karena cuaca ekstrem atau ada campur tangan kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Share