Mendikdas Akui Bahasa Indonesia Mulai Luntur, Sastra Siap Jadi Vitamin Baru Kurikulum
Mendikdas Abdul Mu’ti usulkan penambahan sastra dalam mata pelajaran bahasa Indonesia sebagai upaya memperbaiki literasi siswa.-Foto: Antara-
JAKARTA, PostingNews.id — Dalam sebuah wacana yang terdengar seperti undangan reuni para pujangga lama, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti mengaku pemerintah sedang menimbang untuk mempertebal aroma sastra dalam pelajaran bahasa Indonesia.
Jika selama ini pelajaran bahasa terasa seperti belajar tanda baca tanpa rasa, rencana ini bisa jadi membubuhkan sedikit Chairil dan Pramoedya ke ruang kelas.
Mu’ti bahkan sudah menyiapkan kemungkinan nama baru yang lebih gagah Bahasa dan Sastra Indonesia agar publik tak mengira Sastra cuma figuran dalam silabus.
“Sekarang hanya menjadi bahasa Indonesia. Untuk memastikan bahwa sastra diajarkan, mungkin bisa diusulkan namanya nanti pelajaran bahasa dan sastra Indonesia,” ujar Mu’ti kepada awak media usai rapat di DPR pada Rabu, 26 November 2025.
BACA JUGA:PBNU Kumpulkan PWNU Hari Ini, Aroma Ribut Internal Masih Menggantung
Penambahan materi ini rencananya bakal ikut menumpang revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Namun, Mu’ti mengaku semuanya masih dalam tahap obrolan kasual baru sebatas ide yang sedang dicoba dipanaskan. Ia menyebut perubahan nomenklatur hanya akan masuk jika memang ada kepastian muatan sastra dipertebal dalam kurikulum.
Saat ini, baru ada diskusi kecil dengan Wakil Menteri Pendidikan Dasar Atip Latipulhayat yang duduk satu meja dengannya di rapat Komisi X DPR.
“Saya juga belum membahas secara detail di internal, tapi tadi saya sempat berbicara singkat dengan Pak Wakil Menteri yang kami tugasi untuk menyiapkan rancangan perubahan Undang-Undang Sisdiknas,” kata Mu’ti.
Masukan tentang pentingnya sastra dan kemampuan bahasa yang kian goyah datang beruntun. Salah satunya dari Habib Syarief Muhammad anggota Fraksi PKB yang menyoroti kemampuan siswa SMA dalam berbahasa Indonesia.
BACA JUGA:Bima Arya Heran Korupsi Desa Tak Reda, Datanya Sudah Capai 489 Kades Terjerat Korupsi
Menurutnya, gawai punya kontribusi besar terhadap kalimat yang semakin tak karuan. Ia mencontohkan karangan yang justru membuat pembacanya ikut tersesat.
Habib meminta pemerintah memperbaiki kurikulum dan membuat kajian pedagogik tentang bagaimana mengajarkan bahasa Indonesia dengan baik dan benar tapi mungkin juga enak dibaca. Sebab, kalau sastra benar-benar kembali diajarkan, siswa tak hanya belajar EYD melainkan belajar bagaimana kalimat bisa menggigit atau menenangkan tergantung cara ditulis.
Jika rencana ini berlanjut tak mustahil suatu hari PR siswa bukan lagi menganalisis SPOK tapi mengarang cerpen yang tidak berbunyi seperti chat tengah malam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News