Guru BK Dilatih Antiteror Oleh Densus 88, Bullying Kini Dianggap Ancaman Nasional

Guru BK Dilatih Antiteror Oleh Densus 88, Bullying Kini Dianggap Ancaman Nasional

Densus 88 melatih ratusan guru BK menghadapi bullying dan potensi radikalisme di sekolah, menandai perundungan sebagai ancaman serius nasional.-Foto: Antara-

JAKARTA, PostingNews.id — Berita ini lumayan getir kalau dibaca pelan–pelan. Negara sampai menyiagakan pasukan antiteror untuk para guru BK. Bukan buat angkat senjata, tapi untuk menghadapi dua musuh besar bernama bullying dan radikalisme. 

Densus 88 sekarang bukan hanya berburu jaringan bom rakitan, melainkan juga merawat ruang kelas supaya tidak berubah jadi ladang kekerasan dan paham ekstrem. Begitulah situasinya ketika anak sekolah bisa lebih cepat belajar benci ketimbang belajar matematika.

Detasemen Khusus 88 mengumpulkan 400 guru BK dari jenjang SD, SMP, sampai SMA untuk dibekali kemampuan deteksi dini. Komesaris Besar Moh Dofir menyebut perundungan tidak bisa terus dianggap masalah remeh.

“Bullying, trauma, dan kerentanan ekstremisme harus ditangani sejak dini,” ujar Dofir, dikutip Rabu, 26 November 2025. Jadi tugas guru BK bukan cuma ngurus siswa putus cinta, tetapi juga menangkal bibit kekerasan yang gampang tumbuh di kepala remaja.

BACA JUGA:BGN Batasi Kepemilikan 10 Dapur MBG, Nyatanya 1 Orang Bisa Pegang 40 Kalau Pintar Muter Nama Yayasan

Dofir menjelaskan penguatan kapasitas ini supaya guru bisa mencegah kekerasan sejak awal. Menurutnya, sekolah harus menjadi ruang aman, bukan tempat anak menerima cemoohan, ditarik-tarik, diserang, lalu dituding kurang kuat mental. “Kegiatan ini diharapkan dapat memperkuat sekolah sebagai ruang aman dan bebas ekstremisme,” ucapnya.

Nada serupa datang dari Kepala Dinas Pendidikan DKI, Nahdiana. Ia bilang sekolah mestinya jadi benteng kebangsaan. Tempat anak belajar karakter, bukan belajar membenci. “Berperan aktif menjaga lingkungan belajar dari pengaruh intoleransi, kekerasan, serta konten negatif digital,” ucap Nahdiana. Dunia maya makin liar, dan sekolah diharapkan tidak ikut hanyut.

Densus 88 sebelumnya menemukan sekitar 110 anak usia 10 sampai 18 tahun yang diduga terpapar dan direkrut jaringan terorisme. Mereka tersebar di 23 provinsi. Juru bicara Densus 88, AKBP Mayndra Eka Wardhana menyebut Jawa Barat dan Jakarta paling banyak. “Provinsi yang di dalamnya paling banyak terpapar anak terhadap paham ini adalah Jawa Barat, kemudian Jakarta. Ini data yang sampai hari ini kami dapat,” kata Mayndra. Polisi masih menyelidiki dan angka itu bisa naik. “Sehingga kalau memang besok dan lusa barangkali ada penambahan data, itulah progres daripada penyelidikan yang dilakukan,” lanjutnya.

Sementara itu, salah satu kasus yang ikut menyulut perhatian adalah insiden ledakan di SMAN 72 Jakarta. Siswa berinisial ZA mengatakan pelaku peledakan, yaitu F, diketahui sering mengalami perundungan. Lingkungan belajar yang harusnya jadi tempat tumbuh malah bisa berubah jadi percikan api. Dan negara, mau tidak mau, tak bisa lagi menganggap masalah bullying hanya urusan kantin atau konselor sekolah.

BACA JUGA:Jatah Haji 2026, Jawa Timur Paling Banyak, Papua Barat Cuma Kebagian Ujung Sendok

Kalau guru BK sampai perlu dilatih unit antiteror, itu artinya alarm sudah berbunyi. Now playing di sekolah-sekolah kita: perang senyap melawan kekerasan dan paham kebencian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Share