Bareskrim Bongkar 351 Kontainer Batu Bara Ilegal, Negara Rugi Rp 5,7 Triliun

Bareskrim Bongkar 351 Kontainer Batu Bara Ilegal, Negara Rugi Rp 5,7 Triliun

Bareskrim Bongkar 351 Kontainer Batu Bara Ilegal, Negara Rugi Rp 5,7 Triliun-SefasGroup-

POSTINGNEWS.ID - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri berhasil mengungkap praktik tambang ilegal yang merugikan negara hingga Rp 5,7 triliun.

Sebanyak 351 kontainer berisi batu bara ilegal ditemukan di Surabaya, Jawa Timur.

Wakil Direktur Tindak Pidana Tertentu (Wadirtipidter) Bareskrim Polri, Feby Dapot Hutagalung, menjelaskan bahwa batu bara tersebut berasal dari kawasan konservasi Bukit Soeharto, Kalimantan Timur — wilayah yang termasuk dalam area Ibu Kota Nusantara (IKN).

BACA JUGA:Antisipasi Ancaman Rusia, Swedia Bangun Cadangan Pangan Nasional

"Kami melakukan penyitaan terhadap 351 kontainer yang berisi batu bara, di mana batu bara tersebut ditambang dari kawasan IKN," jelasnya saat acara Minerba Convex 2025 di JCC, Kamis (16/10/2025).

Menurut Feby, nilai kerugian negara mencapai hampir Rp 5,7 triliun, mencakup potensi royalti dan pajak yang tidak disetorkan serta kerusakan lingkungan.

"Total kerugian yang ditimbulkan itu hampir Rp 5,7 triliun," tegasnya.

BACA JUGA:Pemprov DKI Siap Bongkar Tiang Monorel Mangkrak Januari 2026

Penyelidikan menemukan bahwa aktivitas ilegal ini sudah berlangsung sejak 2016 dan baru berhasil ditindak pada 2025. Artinya, hampir sembilan tahun kegiatan tambang tersebut berlangsung tanpa pengawasan efektif.

"Kurang lebih itu dilakukan dari tahun 2016 dan baru kita lakukan penindakan di tahun 2025, berarti kurang lebih hampir 9 tahun mereka melakukan kegiatan," katanya.

Lebih lanjut, Feby mengungkapkan alasan sulitnya penindakan karena tambang ilegal itu memiliki dokumen seolah-olah sah. Bahkan, ada indikasi keterlibatan pihak tertentu.

BACA JUGA:Purbaya Siapkan Operasi Besar Sikat Mafia Pajak dan Bea Cukai

"Kenapa 9 tahun itu tidak bisa dilakukan penindakan secara tegas? Dikarenakan memang ada keterlibatan… dokumen yang cukup kuat sehingga dari polisi, kehutanan, terkait tidak bisa melakukan penindakan tegas," bebernya.

Kasus ini menjadi perhatian publik karena menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap sektor pertambangan strategis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News