Anggota DPR Bonnie Triyana Sindir Polisi: Cuma Rezim Fasis yang Takut Sama Buku

Anggota DPR Bonnie Triyana Sindir Polisi: Cuma Rezim Fasis yang Takut Sama Buku

Bonnie Triyana kritik keras polisi yang jadikan buku sebagai barang bukti kerusuhan. Katanya, cuma rezim fasis yang takut sama buku.-Foto: IG @bonnietriyana.official-

JAKARTA, PostingNews.id – Anggota Komisi X DPR Bonnie Triyana melontarkan kritik pedas atas tindakan polisi yang menyita sejumlah buku dari tersangka kerusuhan demonstrasi untuk dijadikan barang bukti. Menurutnya, langkah aparat itu sama saja dengan membungkam cara berpikir masyarakat. 

“Menyita buku sebagai produk pengetahuan, sama artinya memenjara pemikiran,” kata Bonnie dalam keterangan tertulis pada Kamis, 25 September 2025.

Politikus PDIP ini menegaskan bahwa menjadikan buku sebagai barang bukti akan menciptakan preseden buruk bagi kebebasan berpikir dan berpendapat. Baginya, buku semestinya berfungsi memperluas wawasan, bukan malah diperlakukan seperti senjata. “Membaca buku bukanlah suatu kejahatan,” ujarnya.

Bonnie menyoroti bahwa sebagian besar buku yang disita aparat justru merupakan karya yang sudah dikenal luas di dunia akademik maupun gerakan sosial. Buku-buku itu, menurutnya, sah-sah saja karena mendorong lahirnya pemikiran kritis terhadap ketidakadilan sosial, ekonomi, maupun politik.

BACA JUGA:Ahmad Ali Ngaku Hubungan Tanpa Status dengan NasDem, Diam-diam Siap Jadian dengan PSI

Ia menyamakan praktik penyitaan buku dengan gaya rezim otoriter masa lalu. “Penyitaan buku sebagai barang bukti kejahatan hanya terjadi pada rezim fasis yang totalitarian,” ucapnya.

Kasus penyitaan buku ini menyeret sejumlah nama. Salah satunya adalah Delpedro Marhaen, Direktur Lokataru Foundation, yang saat ditangkap polisi Polda Metro Jaya bukunya ikut dirampas. Ada tiga judul yang diangkut dari kediamannya.

Aksi serupa juga terjadi di Jawa Barat pada 17 September 2025, ketika Polda setempat menyita sejumlah buku dari 42 orang yang ditetapkan sebagai tersangka kerusuhan akhir Agustus.

Ironisnya, salah satu buku yang dirampas adalah novel legendaris Anak Semua Bangsa karya Pramoedya Ananta Toer, bagian dari tetralogi Buru yang dulu sempat dilarang beredar pada masa Orde Baru.

BACA JUGA:Sejumlah Politikus Senior NasDem Cari Pelabuhan Baru, PSI Jadi Tempat Bernaung

Tak berhenti di situ, Polda Jawa Timur juga ikut-ikutan menyita sebelas buku milik GLM, tersangka kerusuhan, dengan alasan berpaham anarkis.

Di antara buku yang diangkut polisi ada Pemikiran Karl Marx karya Franz Magnis Suseno, Anarkisme karya Emma Goldman, dan Kisah Para Diktator karya Jules Archer.

Alih-alih terlihat gagah, langkah aparat ini justru semakin memperkuat kesan bahwa negara masih trauma pada buku, seakan-akan teks di atas kertas lebih berbahaya daripada korupsi yang nyata-nyata merugikan rakyat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News