Selamat Melayani, Paus Leo XIV

Paus Leo XIV yang baru terpilih berjabat tangan dengan Paus Fransiskus, pendahulunya-Vatican News-Vatican News
POSTINGNEWS.ID - Konklaf di Vatikan akhirnya memilih seorang keturunan Amerika dan biarawan Augustinian, Robert Francis Prevost sebagai Paus ke-267 dalam sejarah gereja Katolik.
Ordo Augustinian adalah ordo yang berdiri pada tahun 1224 dan meneladani semangat monastik Santo Agustinus dari Hippo. Untuk Indonesia, karya pelayanan mereka banyak dirasakan di tanah Papua.
Prevost merupakan Paus pertama dari negara Peru, meski ia lahir di Amerika. Prevost lahir di Chicago pada tahun 1955 dan memiliki pengalaman luas di Peru dan dipercaya sebagai pemimpin komisi kepausan bagi Amerika Latin.
Dari ayahnya, ia mewarisi garis keturunan Italia dan Prancis, sementara dari ibunya ia memiliki garis keturunan Spanyol, 3 negara yang punya akar sejarah kekatolikan yang panjang.
Inspirasi Nama Kepausan
Menarik, seorang bernama Fransiskus menggantikan Paus Fransiskus dan memilih nama kepausan sebagai Paus Leo XIV. Leo adalah salah satu nama kepausan yang populer dalam sejarah gereja, diambil dari nama Santo Leo Agung yang merupakan Paus Leo I dan memimpin gereja pada tahun 440 hingga 461.
Santo Leo Agung adalah pemimpin di era krisis menerpa Roma dan sosok penting di balik Konsili Kalsedon yang menetapkan dogma Kristologi.
Pada masa Santo Leo Agung, ajaran Nestorianisme dan ajaran sesat lainnya menjadi ancaman. Selain itu ancaman agresi oleh Atila Raja Hun, penguasa kekaisaran terbesar di Eropa pada masanya yang turut mempengaruhi keruntuhan kekaisaran Romawi, turut membayangi.
Meski pada akhirnya ini bisa diatasi dengan dialog di Sungai Mincius.
Rekam Jejak Paus Leo XIV
Paus Leo XIV yang memakai nama besar Santo Leo Agung sendiri adalah seorang lulusan sarjana Matematika dan doktor Hukum Kanonik. Ia seorang misionaris di Peru yang kemudian menjadi warga negara di sana dan diangkat sebagai uskup agung serta kardinal oleh Paus Fransiskus.
Sosoknya dikenal mendukung reformasi Paus Fransiskus, termasuk kebijakan mengenai peluang menerima komuni bagi umat Katolik yang selama ini terkendala halangan karena perceraian.
Selama ini dalam praktiknya, banyak umat Katolik korban perceraian sipil, tidak diperkenankan menerima komuni di gereja.
Di era Paus Fransiskus, kebijakan ini tampaknya dipandang justru sebagai beban yang menghantui umat yang telah jatuh dalam krisis perkawinan, sehingga pendekatan penuh welas asih coba direkonstruksi ulang.
Temukan konten postingnews.id menarik lainnya di Google News
- Tag
- Share
-