MK membeberkan sejumlah alasan terkait belum bisa disahkannya ganja medis untuk digunakan di Indonesia | ilustrasi Ganja Medis|istimewa|Pixabay
POSTINGNEWS.ID - Diketahui, MK belum meremikan ganja medis digunakan di Indonesia.
Saat membacakan pertimbangan yang diputuskan di MK Rabu 20 Juli 2022, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh mengatakan Pemanfaatan Narkotika golongan I di Indonesia harus diukur dari kesiapan unsur-unsur sebagaimana dijelaskan di atas, meskipun tidak ada kemungkinan keterdesakan untuk pemanfaatannya.
Ia mengatakan, kesiapan tersebut diperlukan guna mengantisipasi akibat yang ditimbulkan dari pemanfaatan narkoba golongan Ganja untuk pelayanan kesehatan atau pengobatan di Indonesia.
Karena, narkoba golongan ganja dapat menimbulkan ketergantungan yang sangat tinggi dan merugikan jika tidak digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan.
BACA JUGA:Pernikahan Dibwah Umur Diwilayah Tangerang Meningkat Dua Tahun Terakhir
Meskipun pemanfaatan di beberapa negara lain telah digunakan secara sah dan legal sebagai bagian dari pelayanan kesehatan, kata Daniel.
Namun fakta-fakta hukum tersebut tidak serta dapat dijadikan parameter pemanfaatan Narkotika untuk pelayanan kesehatan di semua negara, termasuk Indonesia.
Hakim Konstitusi Suhartoyo pun mengatakan bahwa Mahkamah meminta pemerintah agar segera melakukan pengkajian dan penelitian ilmiah mengenai Narkotika Golongan I untuk kepentingan pelayanan kesehatan atau pengobatan, yang hasilnya dapat digunakan untuk menentukan kebijakan termasuk perubahan undang-undang.
+++++
Ia mengatakan pengkajian dan penelitian pemanfaatan Narkotika Golongan I untuk kepentingan pelayanan kesehatan atau terapi yang dapat diselenggarakan oleh Pemerintah atau swasta setelah mendapat izin dari Menteri Kesehatan.
Sebelumnya, MK menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika) yang diajukan sejumlah ibu dari pasien gangguan fungsi (cerebral palsy) serta lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Pada sidang putusan tersebut, Hakim Konstitusi Suhartoyo menyatakan dalil permohonan para pemohon berkenaan dengan inkonstitusionalitas ketentuan penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) UU 35/2009 tidak beralasan menurut hukum.