Seorang Pimpinan ponpes di Subang Jawa Barat rudapaksa santriwatinya sebanyak 10 kali |ilustrasi|Ilustrasi by Yayasan Pulih
JAKARTA, POSTINGNEWS.ID - Kasus pencabulan di lingkungan Pondok Pesantren seakan tidak ada habisnya. Para predator pun sepertinya tak merasa takut dengan jeratan hukum yang berlaku.
Baru-baru ini, seorang santriwati ponpes di Kabupaten Subang, Jawa Barat mengaku mendapat perlakuaan seksual oleh salah satu Pimpinan Ponpes.
Polisi pun langsung bergerak menangkap pelaku yang juga pimpinan ponpes tersebut.
Berdasarkan keterangan Polisi, pelaku berinisial DAN (45) telah melakukan pemerkosaan kepada korban diduga 10 kali lebih.
BACA JUGA:Alasan Facebook hingga Google Terancam Diblokir Pemerintah
Selain pimpinan Ponpes, pelaku juga tercatat sebagai tenaga pendidik dan PNS di Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Subang.
Kapolres Subang AKBP Sumarni mengatakan pelaku diketahui sudah melakoni aksi bejatnya selama satu tahun terakhir.
"Perbuatan sudah dilakukan sebanyak lebih dari 10 kali sejak dari bulan Desember 2020 sampai dengan tanggal 7 Desember 2021," kata Sumarni di Mapolres Subang, Kamis 23 Juni 2022.
Kasus ini terungkap usai orang tua korban menemukan sebuah surat. Dalam surat itu, kata Sumarni, korban menuliskan perbuatan pelaku kepada korban.
Sepucuk surat itu mengungkap aksi bejat yang dilakukan oleh pelaku. Polisi kemudian bergerak dan mengamankan pelaku.
"Pelaku kami amankan sejak 10 Juni 2022, di rumahnya, tanpa ada perlawanan, dan mengakui perbuatannya," kata Sumarni.
BACA JUGA:Guyon, Megawati Sebut Ogah Punya Mantu Tukang Bakso: Sorry Ya..
Dari hasil pengembangan, polisi berhasil mengamankan barang bukti yakni, beberapa pakaian hingga pakaian dalam milik korban maupun pelaku.
Atas perbuatannya tersebut, pelaku diancam dengan pasal 41 ayat 1 Jo pasal 26 d atau pasal 41 ayat 2 atau pasal 81 ayat 3 atau pasal 82 ayat 1 Jo pasal 26 e atau ayat 82 ayat 2 undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak Jo undang-undang 17 tahun 2016 dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda Rp. 5 Miliar.