Risiko tetap ada. Dalam beberapa kasus, duri kaktus tersangkut di mulut atau wajah unta dan membutuhkan bantuan manusia untuk melepaskannya. Banyak unta akan menggigit atau mengunyah bantalan kaktus lebih dulu untuk mengurangi duri sebelum benar-benar menelannya. Penggembala juga kerap membakar duri kaktus sebelum memberikannya kepada unta peliharaan. Di alam liar, pilihan itu tidak tersedia. Unta menerima perih sesekali demi air dan nutrisi.
Proses tidak berhenti di mulut. Unta termasuk hewan pseudo-ruminansia. Lambungnya bertingkat, meski tidak memiliki empat ruang seperti sapi. Unta hanya memiliki tiga ruang lambung. Selain itu, ia memiliki sekum yang membesar di awal usus besar. Di sanalah mikroorganisme simbiotik bekerja, memfermentasi tumbuhan gurun yang keras.
Saat unta memakan kaktus, makanan masuk ke sekum dan mulai diuraikan oleh mikroba. Selulosa dipecah, bahan tumbuhan difermentasi. Makanan setengah tercerna kemudian dimuntahkan kembali ke mulut sebagai bolus dan dikunyah ulang. Proses ini disebut ruminasi. Gerakan rahang unta yang melingkar dan lambat sering terlihat saat tahap ini berlangsung. Setelah itu, makanan diteruskan ke bagian lambung berikutnya untuk pencernaan akhir dan penyerapan nutrisi.
Dari punuk hingga rahang, dari urin kental hingga lambung bertingkat, unta adalah rangkaian adaptasi yang nyaris sempurna. Ia tidak hanya bertahan di gurun, tetapi menaklukkannya dengan cara yang sunyi dan sabar.