BACA JUGA:Akses Diputus, PPDB Diambil Alih, Sengketa Madrasah Pembangunan UIN Jakarta Berujung Laporan Polisi
Siap Dikritik, Anti Baper
Satu hal yang bikin proyek ini terasa lebih modern dan demokratis adalah sikap terbukanya. Restu Gunawan menyatakan bahwa buku ini bukan kitab suci yang haram disentuh koreksi. Justru, buku ini terbuka lebar terhadap kritik dan masukan publik.
Ini adalah bentuk akuntabilitas akademik. Jadi, kalau nanti ada netizen atau pakar lain yang nemu data yang kurang pas, pemerintah dan tim penulis siap berdiskusi. Tujuannya satu: menjadikan buku ini instrumen pembentuk karakter dan identitas bangsa yang benar-benar kokoh dan bisa dipercaya.
Jadi, gimana menurutmu? Apakah buku setebal 7.958 halaman ini bakal jadi bacaan wajib yang seru, atau cuma jadi pajangan di perpustakaan? Yang jelas, langkah memisahkan sejarah dari kepentingan politik praktis ini patut kita kasih jempol!