Habib Rizieq Seret Nama Jokowi ke Mahkamah Internasional soal Kasus KM 50

Rabu 10-12-2025,12:37 WIB
Reporter : Reynaldi
Editor : Andika Prasetya

JAKARTA, PostingNews.id — Kasus hukum yang membayangi mantan Presiden Jokowi kembali naik ke permukaan setelah tragedi KM 50 resmi dibawa ke meja Mahkamah Pidana Internasional di Den Haag. Langkah ini dianggap sebagai babak baru dan cukup serius dalam upaya membongkar dugaan pelanggaran HAM berat di masa pemerintahannya, sebuah isu yang sudah lama menggantung tanpa jawaban.

Pengumuman soal pendaftaran kasus ini disampaikan langsung oleh Pendiri dan Pembina Yayasan Markaz Syariah, Habib Rizieq Shihab (HRS), dalam acara yang ditayangkan Channel YouTube Pencerah Ahad, 7 Desember 2025. Ia menyebut proses registrasi ke ICC telah beres sejak September dan kini tim fokus merampungkan berkas tambahan yang akan melengkapi laporan utama.

“Kasus tragedi KM 50 sudah didaftarkan di Pengadilan Kriminal Internasional ICC pada bulan September lalu. Sudah dilaporkan ke Den Haag, sudah diregistrasi, hanya tinggal sekarang ini kita siapkan materinya,” ujar Habib Rizieq dikutip dari Channel tersebut, Rabu, 10 Desember 2025.

HRS menjelaskan bahwa laporan investigasi tragedi KM 50 sudah rampung dan sedang diterjemahkan ke dalam dua bahasa. Dokumen tebal itu rencananya akan dikirimkan juga kepada Presiden, pimpinan parlemen, aparat penegak hukum, dan sejumlah lembaga terkait. Ia menyebut hal itu dilakukan agar tidak ada ruang bagi siapa pun untuk berpura-pura tidak tahu atau sekadar menghindari temuan yang ada.

BACA JUGA:DPR: Bantuan Negara yang Lebih Jumbo Kalah Viral Sama Bantuan Relawan yang Sok Paling Aceh

Di bagian lain, HRS menegaskan bahwa upaya mencari keadilan lewat jalur dalam negeri selama lima tahun terakhir tidak pernah benar-benar berjalan. “Lima tahun ini kita sudah berusaha bagaimana bisa digelar pengadilan HAM di dalam negeri. Tapi memang pintu-pintu itu tertutup,” ujarnya. Kalimat yang menggambarkan kemacetan sistemik yang sudah terlalu panjang dibiarkan.

Menurutnya, berbagai kebuntuan hukum di tingkat nasional membuat tim advokat Persaudaraan Islam akhirnya sepakat mengambil jalur internasional. Mereka menilai peluang mendapatkan pemeriksaan yang objektif dan independen jauh lebih besar bila dilanjutkan lewat mekanisme ICC yang memang dirancang untuk menangani kasus-kasus berat lintas negara.

Kasus KM 50 sendiri menjadi salah satu titik paling sensitif dalam catatan evaluasi penyelenggaraan negara era Jokowi. Enam anggota laskar FPI tewas dalam insiden yang hingga kini belum mendapatkan penyelesaian yang dianggap tuntas. Serangkaian pemeriksaan yang belakangan dilakukan pemerintah berkali-kali dianggap tidak memadai dan malah mempertebal kritik publik.

Kelompok pegiat HAM dan keluarga korban sejak awal menuntut transparansi yang nyata. Mereka menilai sejumlah kejanggalan dalam kronologi maupun prosedur aparat tidak pernah dijelaskan dengan gamblang. Kecurigaan makin besar karena penanganan dalam negeri berjalan seperti mesin tua yang hidungnya sudah berasap, tetapi tetap dipaksa melaju.

BACA JUGA:Gelombang Patah Hati di Pasar Kerja, 1,8 Juta Orang Pilih Menyerah

Keputusan membawa kasus ke ICC dinilai sebagai terobosan setelah pintu domestik dianggap benar-benar tertutup. Bila ICC menerima berkas ini secara penuh, jalurnya bisa berujung pada pembukaan investigasi resmi level internasional. Situasi tersebut bisa menyeret Indonesia ke dalam sorotan global terkait cara negara menangani dugaan pelanggaran HAM, dan di saat bersamaan mempengaruhi dinamika politik di dalam negeri.

Kini publik menunggu, apakah pemerintah akan merespons cepat atau sekadar pasang wajah datar sambil berharap isu ini perlahan tenggelam. Yang jelas, polemik KM 50 tampaknya belum akan padam dalam waktu dekat, apalagi mendekati masa peralihan agenda politik dan pemerintahan baru.

Kategori :