JAKARTA, PostingNews.id — Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akhirnya buka suara soal hebohnya kabar aliran dana Rp100 miliar yang berseliweran disebut-sebut sebagai bagian dari tindak pidana pencucian uang. Mereka membantah telak bahwa dana itu dari eks Bendahara Umum PBNU Mardani H. Maming.
Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Najib Azca bilang lewat keterangan tertulis bahwa aliran dana itu bukan barang kriminal dan tidak bisa dijadikan amunisi untuk menjatuhkan Yahya Cholil Staquf dari kursi Ketua Umum PBNU.
“Tuduhan TPPU terhadap PBNU dan ancaman pembubaran adalah narasi politik yang tidak didukung oleh fakta hukum,” ujar Najib, Selasa, 2 Desember 2025.
Najib kemudian mengeluarkan dua poin yang menurutnya membuat tuduhan TPPU itu kedodoran sejak awal. Pertama, tidak ada putusan pengadilan yang menyatakan Mardani H. Maming sebagai pelaku pencucian uang. Yang bersangkutan hanya pernah divonis dalam kasus gratifikasi soal izin usaha pertambangan.
BACA JUGA:Prabowo Sudah Kantongi Laporan Dugaan Pembalakan Liar di Balik Banjir Sumatera
“Dalam pidana asal juga tidak ada indikasi TPPU yang perlu ditindaklanjuti aparat penegak hukum,” kata dia.
Poin kedua tidak kalah pedas. Najib mengatakan laporan audit yang dijadikan dasar tudingan TPPU itu sebenarnya masih mentah. Belum matang, belum final, tapi entah bagaimana sudah beredar seperti sudah resmi.
“Audit belum selesai, bagaimana mungkin keputusan strategis diambil sebelum fakta lengkap tersedia?” ucap Najib.
Audit yang dimaksud adalah laporan dari Kantor Akuntan Publik Gatot Permadi, Azwir, dan Abimail atau GPAA. Dalam dokumen itu disebut ada potensi dugaan pencucian uang karena ada dana Rp100 miliar yang masuk ke rekening PBNU dari PT Batulicin Enam Sembilan, perusahaan milik Maming yang saat itu sedang berurusan dengan KPK.
BACA JUGA:RK Ngaku Dikasih Duit ke Selebgram Karena Diperas, Bukan Karena Cinta
Temuan inilah yang kemudian dipakai Syuriyah PBNU sebagai salah satu dasar untuk memecat Yahya Staquf lewat sebuah surat edaran bernomor resmi. Surat itu menyatakan Yahya tak lagi menjadi Ketua Umum PBNU per 26 November 2025 dan kepemimpinan sementara beralih ke Rais Aam.
Yahya langsung menolak keputusan itu. Ia menilai surat edaran tersebut tidak memenuhi standar administrasi dan masih berstatus draf yang belum sah.
Dari situ, konflik internal PBNU makin memanas. Dua kubu, Syuriyah dan Tanfidziyah, kini sama-sama mengibarkan bendera klaim bahwa merekalah yang memegang kepemimpinan yang sah. Drama terus berlanjut dan belum terlihat tanda-tanda akan segera reda.