Studi ITB-BRIN mencatat aktivitas unsur radioaktif seperti 226Ra, 232Th, dan 40K jauh lebih tinggi dibanding rata-rata global. Pengelompokan atau hotspot biasanya muncul di area yang kaya mineral U-Th.
BACA JUGA:Ketua PBNU Dipecat Rais Amm, Gus Yahya: Tidak Sah!
Para peneliti pakai metode PCA dan HCA, analisis statistik canggih yang tugasnya mengelompokkan faktor-faktor yang saling memengaruhi. Hasilnya ada dua hubungan utama
- Asosiasi kalium–pasir–pH
Tanah berpasir, kaya kalium, biasanya pH lebih tinggi. Kalium gampang terikat di tanah seperti ini.
- Asosiasi radioaktivitas–lempung
Lempung yang lebih “lengket” dan kaya mineral membuat uranium dan thorium mampir dan tidak pergi-pergi.
Tapi kalau lo pikir radioaktivitas cuma di tanah full lempung, salah. Beberapa tempat yang banyak lanau (silt) juga tercatat punya radiasi tinggi. Artinya campurannya kompleks, tidak satu faktor doang.
BACA JUGA:Kementerian Agama Akhirnya Ikut Rayakan Natal Bareng, Menag Bilang Sudah Saatnya
Hasil akhirnya jelas. Pelapukan dan lateritisasi adalah pemain utama. Inilah yang menyebabkan Mamuju punya tingkat radiasi alam yang kelewat tinggi. Para peneliti menyimpulkan temuan ini sangat penting buat memahami NORM (bahan radioaktif alami) di tanah tropis dan bisa dipakai untuk perhitungan risiko radiasi serta pengawasan lingkungan di wilayah HBNRA.
Terus Buat Apa Kita Peduli?
Karena kalau tidak dipetakan, pembangunan bisa salah tempat. Jalan, sekolah, rumah sakit, bahkan permukiman bisa berdiri di zona radiasi tinggi tanpa disadari.
Dan secara ilmiah, Mamuju itu emas buat peneliti. Daerah langka seperti ini membantu dunia memahami bagaimana radiasi alam bekerja, bagaimana tanah menahan unsur radioaktif, dan bagaimana manusia bisa hidup berdampingan dengan lingkungan yang unik.