JAKARTA, PostingNews.id — Presiden ke-7 RI Joko Widodo kembali jadi bahan pembicaraan, kali ini bukan karena kebijakannya, melainkan karena nasibnya di partai lama yang disebut-sebut tidak pernah benar-benar menghargai sosok yang telah memenangkan dua pilpres berturut-turut. Ketua Harian PSI Ahmad Ali yang menyuarakan hal ini blak-blakan di hadapan kadernya, seolah ingin mengatakan bahwa Jokowi lebih dihormati di luar rumah lamanya sendiri.
Ali mengingatkan bahwa perjalanan politik Jokowi tidak dimulai dari ruang rapat partai, melainkan dari dorongan rakyat Solo pada 2005. “Beliau (Jokowi) didorong masyarakat untuk menjadi wali kota. Ketika dia menjadi wali kota, dia berkarya untuk masyarakat. Dia menjaga kepercayaan masyarakat,” ujar Ali dalam Rakorwil PSI Se-Sultra di Kendari pada Jumat, 21 November 2025.
Ia menggambarkan bagaimana publik kemudian terpikat pada sosok pejabat dari kampung yang bekerja tanpa banyak gaya. “Terus kemudian masyarakat Indonesia melihat, ‘oh ada orang kampung yang jadi wali kota di sana’. Dipaksa menjadi gubernur. Beliau kemudian di partainya, yang dulu diklaim sebagai partainya, tapi tidak pernah dihargai di sana,” ucapnya.
Ali berpendapat bahwa sepanjang karier Jokowi, PDI-P lebih banyak menikmati manfaat politik dari keberadaan Jokowi ketimbang benar-benar mengapresiasi kinerjanya. Padahal, menurut narasinya, rakyatlah yang memaksa partai tersebut mengusung Jokowi, bukan sebaliknya.
BACA JUGA:Ekonom Kompak Tegur Danantara, Katanya Jangan Jadi Keranjang Serba Ada
“Hanya dimanfaatkan di tempat di partainya, digunakan jabatannya untuk kepentingan partainya. Dipaksa untuk mendorong dia, siapa yang memaksa? Rakyat Indonesia yang memaksa partainya tersebut untuk kemudian mencalonkan dia menjadi gubernur. Kemudian mencalonkan dia menjadi presiden,” kata Ali.
Ali juga menyinggung apa yang ia sebut sebagai nasib kurang mengenakkan yang kini menimpa Jokowi setelah turun dari kursi presiden, dari tuduhan hingga serangan politik. Karena itu ia menganggap wajar jika Jokowi mulai memikirkan masa depan anak-anaknya dibanding kembali berharap ke partai lama.
“Apakah salah kalau kemudian beliau juga memikirkan putra-putranya? Apakah kemudian akan menitipkan kader-kadernya, anak-anaknya, saudara-saudaranya, kader-kadernya, di partai (lamanya)? Yang sedangkan beliau sendiri, ketika menjabat jadi presiden, tidak pernah dihargai. Dikuyuh-kuyuh di sana,” kata dia.
Di akhir pidatonya, Ali meminta kader PSI tidak cuma memanfaatkan Jokowi sebagai patron politik, tetapi juga turun tangan membela saat ayah Kaesang itu diserang.
BACA JUGA:Jakarta Sulit Buka Dapur MBG, BGN Ngaku Harga Tanahnya Bikin Pusing
“Jangan hanya mau memanfaatkan Pak Jokowi sebagai patron politik kita, tapi kemudian ketika orang menghina dia, menghajar dia, terus kita semua diam. Orang bilang Ketua Harian itu terlalu kasar. Masa bodoh. Kalau sudah menyangkut patron politik kita, kita menyangkut Pak Jokowi, saya tidak peduli,” ujar Ali.