Apa Saja Masalah KUHAP Baru yang Bikin Publik Gerah? Lengkapnya Begini

Selasa 18-11-2025,21:00 WIB
Reporter : Andika Prasetya
Editor : Andika Prasetya

JAKARTA, PostingNews.id — Hujan deras yang mengguyur Jakarta pada Selasa, 18 November 2025, rupanya tidak cukup mendinginkan panasnya suasana di depan Gedung DPR. Di bawah gerimis yang berubah jadi lebat, mahasiswa dan koalisi masyarakat sipil tetap berdiri di Gerbang Pancasila, menyuarakan penolakan terhadap RUU KUHAP yang hari itu juga disahkan. Bagi mereka, langkah DPR mengesahkan aturan baru hukum acara pidana terasa seperti ancaman baru bagi masa depan demokrasi.

Di sisi lain, suasana di dalam gedung jauh lebih tenang. Puan Maharani mengetuk palu sebagai tanda RUU KUHAP resmi berubah menjadi undang-undang setelah mendengar laporan Ketua Komisi III DPR Habiburokhman. Politikus Gerindra itu menjelaskan bahwa penyusunan RUU dilakukan secara maksimal dengan partisipasi publik yang ia sebut telah memenuhi standar meaningful participation.

“Dalam penyusunan ini, kami semaksimal mungkin berikhtiar memenuhi meaningful participation,” ujarnya.

Namun, klaim ini justru menjadi sumber ketegangan paling besar antara DPR dan koalisi masyarakat sipil.

BACA JUGA:Jokowi Era Sudah Lewat, Kini Polisi Aktif Tak Bisa Lagi ‘Jalan-jalan’ ke Jabatan Sipil di Revisi UU Polri

Mengapa Koalisi Menilai Prosesnya Bermasalah?

Koalisi sipil menilai DPR gagal memenuhi standar partisipasi bermakna sebagaimana diperintahkan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan putusan MK.

Wakil Ketua YLBHI, Arif Maulana, mengatakan DPR tidak pernah memberi tanggapan resmi atas masukan masyarakat, meskipun surat permintaan klarifikasi sudah dikirim pada 2 Oktober 2025. Lebih jauh, Koalisi menemukan dugaan pencatutan nama organisasi dalam daftar pihak yang dianggap memberikan masukan pada 12–13 November 2025.

“Ada manipulasi partisipasi bermakna,” ujar Arif.

Habiburokhman sebelumnya menepis tudingan itu. Ia menegaskan tidak ada praktik pencatutan.

“Enggak ada catut mencatut, kami justru berupaya mengakomodasi masukan masyarakat sipil,” katanya.

BACA JUGA:Setya Novanto Muncul Lagi di Golkar, Bahlil Bilang Namanya Juga Keluarga Besar

Di lapangan, para aktivis perempuan juga menyuarakan hal serupa. Perwakilan Perempuan Mahardika, Avifah, menyebut proses penyusunan hingga pengesahan hampir tidak melibatkan suara perempuan meski konsideran RUU menjanjikan perlindungan kelompok rentan.

“Tetapi, faktanya tidak ada partisipasi suara perempuan dalam proses penyusunan RUU KUHAP,” ujarnya.

Isi RUU yang Dianggap Paling Bermasalah

Menurut catatan koalisi sipil, sederet pasal mulai dari Pasal 5 hingga Pasal 137 dinilai memuat masalah serius. Peneliti ICJR, Iqbal Muharam Nurfahmi, menilai pengesahan ini menunjukkan pembangkangan terhadap agenda reformasi Polri karena pemberian kewenangan amat luas kepada kepolisian.

Kategori :