JAKARTA, PostingNews.id — Tarif perjalanan Lintas Raya Terpadu Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi atau LRT Jabodebek yang dinikmati masyarakat hari ini ternyata tidak mencerminkan biaya operasional aslinya. Harga tiket yang dibayar setiap pagi dan sore itu sudah dipangkas lewat subsidi pemerintah agar masyarakat masih sanggup menjangkaunya dan mau beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi publik.
Tanpa subsidi tersebut, ongkos LRT bisa melonjak jauh lebih tinggi. Pertanyaannya, berapa sebenarnya tarif asli LRT Jabodebek bila tidak disubsidi?
Hingga saat ini, tarif yang berlaku masih mengacu pada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 67 Tahun 2023. Hal itu ditegaskan Manager Public Relation LRT Jabodebek Mahendro Trang Bawono. “Tarif yang berlaku saat ini masih mengikuti KM Nomor 67 Tahun 2023,” ujar Manager Public Relation LRT Jabodebek saat dihubungi Kompas.com, Kamis.
Dalam aturan tersebut, tarif LRT ditetapkan lewat skema Public Service Obligation atau PSO. Skema ini pada dasarnya adalah subsidi yang membuat pemerintah menanggung selisih antara biaya operasional dan harga tiket yang dibayar penumpang. Skema ini lahir setelah kementerian melakukan kajian tentang kemampuan dan kemauan masyarakat untuk membayar perjalanan LRT, ditambah analisis komponen biaya operasional yang cukup besar.
BACA JUGA:Urbanisasi Jadi Biang Kerok Kerusakan Iklim, Tapi Kita Tetap Bangun Kota Baru
Jika subsidi itu dicabut, simulasi Kementerian Perhubungan memperlihatkan betapa tingginya tarif asli. Untuk perjalanan terjauh rute Dukuh Atas menuju Jatimulya yang jaraknya sekitar 28 kilometer, biaya aslinya mencapai Rp 37.268. Saat ini penumpang hanya membayar Rp 23.900, sehingga selisih subsidinya mencapai 36 persen.
Untuk rute Dukuh Atas menuju Harjamukti, tarif tanpa subsidi diperkirakan Rp 33.275, sementara harga bersubsidi hanya Rp 21.800. Sementara rute terpanjang Harjamukti menuju Jatimulya bisa menembus Rp 43.923, padahal penumpang hanya membayar Rp 27.400. Tanpa bantuan pemerintah, tarif LRT Jabodebek bisa berkisar antara Rp 37.000 hingga Rp 44.000 per perjalanan. Angka ini hampir dua kali lipat dari harga yang berlaku saat ini.
Dengan skema bersubsidi, tarif LRT jauh lebih manusiawi. KM 67 Tahun 2023 mengatur bahwa tarif awal ditetapkan Rp 5.000 untuk satu kilometer pertama, lalu Rp 700 untuk setiap kilometer berikutnya. Akibatnya, tarifnya cukup terjangkau untuk berbagai rute. Misalnya perjalanan Dukuh Atas menuju Cawang sekitar 10 kilometer memakan biaya Rp 11.300. Rute Dukuh Atas menuju Halim sekitar 13 kilometer dikenakan tarif Rp 13.400. Dari Harjamukti menuju Halim sekitar 19 kilometer, tarifnya Rp 17.600. Bahkan rute terpendek Cawang menuju Halim hanya Rp 7.100.
Subsidi ini bukan sekadar soal ongkos murah. Pemerintah berharap kebijakan ini menjaga keseimbangan antara daya beli masyarakat dan keberlanjutan operasional LRT Jabodebek. Di sisi lain, ada target besar yang ingin dicapai: mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, mengurai kemacetan Jabodetabek, serta menekan polusi udara yang semakin memburuk.
BACA JUGA:KPK Bongkar Dugaan Iuran Siluman di BPKH, Dari Penginapan sampai Logistik Haji Dibedah
Dengan harga yang lebih masuk akal berkat subsidi, pemerintah berharap LRT Jabodebek menjadi moda pilihan utama warga untuk bergerak setiap hari. Sebuah langkah kecil yang diharapkan menghasilkan perubahan besar dalam mobilitas perkotaan ke depan.