JAKARTA, PostingNews.id – Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian seperti sedang menepuk meja birokrasi yang gemar bersenang-senang pakai uang rakyat. Ia mengaku menemukan banyak pemborosan di level pemerintah daerah, terutama dalam bentuk rapat tanpa ujung dan perjalanan dinas yang jumlahnya seolah dikalikan dua tanpa alasan kuat.
Menurut Tito, kebiasaan daerah menggelar rapat berlapis dengan judul keren seperti “penguatan ini” atau “penguatan itu” hanyalah cara halus untuk membakar anggaran. “Perjalanan dinas, rapat, program yang dibuat-buat mengada-ada, misalnya program penguatan ini, dan penguatan itu,” kata Tito saat memberikan arahan dalam rapat koordinasi nasional pembinaan dan pengawasan tahun 2025, di kawasan Grogol, Jakarta Barat, Kamis, 9 Oktober 2025.
Tito mencontohkan satu kasus yang ia sebut konyol. Sebuah rapat di hotel dijadwalkan untuk 50 peserta, tapi yang benar-benar datang hanya 10 orang. “Begitu dicek di hotelnya, yang masuk menginap cuma 10, yang 40 lagi bill-nya doang,” ujarnya. Gambaran ini, kata Tito, sudah cukup untuk menjelaskan kenapa pemerintah pusat mulai tegas menuntut efisiensi anggaran daerah.
Kritik Tito disampaikan di tengah pemangkasan besar-besaran dana transfer ke daerah atau TKD dalam APBN 2026. Anggaran TKD kini dipatok Rp693 triliun, turun hampir seperempat dari outlook 2025 yang mencapai Rp864 triliun.
BACA JUGA:Bikin Program Iuran Rp1000 Setiap Hari, Dedi Mulyadi Disemprot DPRD
Meski DPR dan pemerintah sempat menambah Rp43 triliun, totalnya tetap jauh di bawah alokasi tahun lalu yang menembus Rp919 triliun.
Karena itu, Tito menegaskan peran inspektorat daerah jadi krusial. Mereka harus berani menilai apakah sebuah program masuk akal atau cuma alasan buat jalan-jalan.
“Program ini masuk akal enggak, ada dampak enggak, pemborosan enggak,” ujarnya. Sayangnya, banyak kasus seperti ini tak bisa disentuh penegak hukum karena secara administratif semua tampak sah.
Ia mencontohkan rapat tentang stunting yang digelar sepuluh kali padahal bisa cukup empat kali. “Bagi penegak hukum itu enggak salah, tapi bagi inspektorat jelas pemborosan,” kata Tito.
BACA JUGA:Motif Ekonomi di Balik Pembunuhan Karyawan Alfamart di Karawang
Ia juga menyoroti kebiasaan menghamburkan uang untuk makan-minum, perjalanan dinas, hingga biaya perawatan fasilitas. Semua itu, menurut Tito, harus dikurangi drastis. Ia bahkan memberi contoh daerah yang sudah berani memangkas dengan tegas.
“Kabupaten Lahat bisa menyisir Rp462 miliar dari belanja birokrasi dan operasional,” ujarnya, seolah menantang daerah lain agar bisa sehemat itu juga.
Kalimat terakhirnya mengandung pesan yang cukup tajam, jika Lahat bisa berhemat setengah triliun, berarti pemborosan di tempat lain bukan tak mungkin dua kali lipatnya.