Pembangunan banyak diarahkan ke padi, jagung, dan kedelai.
Padahal, pangan laut memiliki kandungan gizi tinggi serta peluang berkelanjutan yang diakui dunia sebagai solusi krisis pangan dan iklim.
Johan bahkan menyoroti pengakuan internasional atas konsep blue food atau pangan biru.
“Tapi itu butuh keberanian politik dan arah kebijakan yang jelas,” jelasnya.
BACA JUGA: Puan Maharani Tegaskan DPR Fokus Awasi Isu Strategis, dari Transportasi Online hingga Judi Digital
Lebih jauh, Johan menekankan bahwa Cesium-137 bukanlah bahan biasa.
Isotop radioaktif ini lazimnya berasal dari aktivitas nuklir dan dapat menimbulkan kanker, kerusakan organ, hingga kematian jika masuk ke tubuh manusia lewat rantai makanan.
Bahaya ini semakin nyata karena Indonesia masih belum memiliki mekanisme deteksi rutin untuk kontaminasi radioaktif di produk laut.
BPOM, Badan Karantina, maupun laboratorium mutu sejauh ini belum dilengkapi teknologi pendeteksi isotop berbahaya tersebut.
BACA JUGA:Program Makan Bergizi Gratis (MBG) Tetap Jalan Meski Kasus Keracunan Meningkat
“Ini celah besar yang bisa meruntuhkan reputasi pangan laut kita. Dunia sedang mengawasi. Kalau pemerintah tidak transparan, kepercayaan pasar bisa lenyap dalam hitungan minggu,” katanya.
Pernyataan itu memperlihatkan risiko serius yang harus segera ditangani pemerintah.
Jika tidak, dampaknya bisa membuat ekspor perikanan anjlok dan kepercayaan internasional menghilang.