Kebijakan Anak Nakal Masuk Barak Militer ala Dedi Mulyadi Kembali Jadi Sorotan

Jumat 23-05-2025,18:44 WIB
Reporter : Bonny Beribe
Editor : Bonny Beribe

Peneliti senior Imparsial itu berharap pemerintah meninjau kembali kebijakan itu dan mempercayakan lagi pendidikan anak ke pihak sekolah.

“Kalau ada problem di sekolah terkait anak nakal, yang disalahkan pertama Kementerian Pendidikan bagaimana sikapnya? Kalau dunia pendidikan menjadi sesuatu yang menyenangkan, tidak perlu lagi barak-barak militer. Sistem pendidikan ini harus dibangun dengan lebih baik,” kata dia.

Merespons pernyataan Al Araf, Eddy Wijaya mengajak semua pihak untuk memberikan kesempatan penerapan program siswa masuk barak.

“Kita lihat dulu KDM (Kang Dedi Mulyadi) punya sistem berhasil apa nggak? Diberi waktu sekian bulan misalnya,” kata dia.

Eddy menjelaskan, program tersebut diselenggarakan karena mencontoh negara China yang sukses mendidik anak sekolah melalui program serupa.

“Tapi memang ini masih pro kontra dan ada positif negatifnya yang orang tuanya ada yang setuju dan ada yang malah menggugat ke Komnas HAM,” ucapnya.

Program Transfer of Technology Militer Indonesia Hanya Formalitas

Pengamat Pertahanan dan Militer, Al Araf, menekankan pentingnya Transfer of Technology (TOT) dari negara lain dalam industri pertahanan nasional. Hal itu karena TOT merupakan prasyarat yang telah tertuang dalam Undang-undang (UU) Industri Pertahanan Nomor 16 Tahun 2012.

“Tapi faktanya, TOT hanya menjadi formalitas. Yang penting sudah dilatih, udah, pulang. TOT Indonesia ini adalah TOT ala Indonesia. Akhirnya saya bingung, TOT dan kue onde-onde jadi beda-beda tipis,” ujar Al Araf.

Ketua Badan Pengurus Centra Inisiatif itu mengatakan, TOT merupakan suatu program yang bagus untuk meningkatkan teknologi bidang kemiliteran di Indonesia.

“Tapi problemnya, TOT itu sesuatu yang indah, tapi dalam praktiknya apakah negara-negara itu mau (melepaskan teknologinya)?,” ujar Al Araf.

Oleh karena itu, Al Araf berharap Komisi I DPR RI berperan aktif dalam menyelesaikan persoalan yang terjadi mengenai kerja sama Indonesia dengan negara lain dalam industri pertahanan nasional. Utamanya persoalan yang dihadapi industri pertahanan seperti PT. PAL, PT. Dirgantara Indonesia, dan PT. Pindad.

“Seringkali mereka takut berbicara, karena mereka bagian dari BUMN, ngeri-ngeri sedap lah untuk berbicara apa adanya. Tapi ini menjadi soal yang serius. Buat saya, kemandirian pertahanan memang hal yang penting, tapi pada saat bersamaan kita tidak cukup baik untuk membangun industri pertahanan di Indonesia. Saya sih kasihan,” ucapnya.

Kategori :