Penjelasan Istilah 'Oplosan' Dalam Konteks Kasus Pertamax RON 92 dan Pertalite RON 90, Cek Kronologinya

Jumat 28-02-2025,10:39 WIB
Reporter : Alviana Anugrahani Putri
Editor : Priya Satrio

Minuman oplosan banyak beredar di masyarakat karena harganya yang relatif terjangkau, yaitu antara Rp15 ribu hingga Rp20 ribu per kemasan plastik, sehingga dapat dibeli oleh banyak orang. 

Minuman oplosan dalam minuman keras merupakan kombinasi dari berbagai jenis minuman seperti arak, ciu, dan lainnya.

Sesuai dengan istilah tersebut, dalam kasus Pertamax ini, oplosan mengacu pada tindakan pelaku yang mencampur atau memanipulasi BBM Pertalite RON 90 menjadi Pertamax RON 92. 

BACA JUGA:Promo Hokben Edisi Munggahan: Makan Berdua Bayar Cuma Segini!

Tindakan pencampuran ini merupakan perbuatan tidak jujur dan merugikan banyak pihak.

Pertamina menolak narasi pengoplosan yang tersebar luas di masyarakat dan menjelaskan bahwa masalah yang disoroti oleh Kejaksaan Agung adalah terkait dengan proses pembelian.

“Narasi oplosan itu tidak sesuai dengan apa yang disampaikan kejaksaan,” ujar Vice President Corporate.

Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso ketika dijumpai di Gedung DPD RI pada hari Selasa.

BACA JUGA:Plastik PVC: Material Serbaguna untuk Industri Indonesia

Menurut Fadjar, ada kesalahpahaman dalam interpretasi penjelasan dari Kejaksaan Agung. 

Fadjar mengklarifikasi bahwa fokus permasalahan yang diajukan oleh Kejaksaan Agung adalah pada transaksi pembelian RON 90 dan RON 92, bukan pada dugaan pengoplosan Pertalite menjadi Pertamax.

Pada kesempatan itu, Fadjar menyatakan dengan tegas bahwa produk Pertamax yang didistribusikan kepada masyarakat telah memenuhi standar spesifikasi yang ditetapkan.

Kronologi Dalam Kasus "Oplosan" Pertamax dan Pertalite 

BACA JUGA:Jadwal Resmi Sidang Isbat Awal Ramadan 2025: Catat Tanggalnya!

Tindakan tidak jujur dan curang tersebut bermula pada periode tahun 2018—2023 pemenuhan minyak mentah dalam negeri wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018. 

PT Pertamina (Persero) diwajibkan untuk mencari pasokan minyak bumi dari kontraktor dalam negeri sebagai prioritas sebelum merencanakan impor minyak bumi.

Kategori :