JAKARTA, POSTINGNEWS.ID - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat ini tengah melakukan evaluasi terhadap usulan yang diajukan oleh para legislator terkait penggabungan sistem moda raya terpadu (MRT) dan lintas raya terpadu (LRT) dengan tujuan untuk lebih menekankan pada pengembangan sektor bisnis. Langkah ini telah dipertimbangkan secara matang.
Iwan Takwin, Direktur Utama Jakpro (Perseroda), menjelaskan bahwa mereka telah melakukan kajian mendalam terhadap usulan ini.
Kajian tersebut dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa perkembangan bisnis di wilayah tersebut dapat berjalan dengan lebih efisien.
BACA JUGA:DKI Jakarta Akan Berubah Menjadi DKJ Setelah Kalimantan Resmi Jadi Ibukota
Menurut Takwin, penggabungan MRT dan LRT Jakarta akan membentuk satu entitas usaha transportasi berbasis rel.
Ia menegaskan bahwa kajian ini telah dilakukan secara menyeluruh, sehingga ketika keputusan untuk menggabungkan keduanya menjadi satu entitas transportasi 'railway' diambil, mereka sudah siap untuk melaksanakannya.
Dalam konteks ini, Direktur Utama PT MRT Jakarta, Tuhiyat, juga mengungkapkan bahwa pihaknya sedang melakukan kajian terhadap usulan ini.
Integrasi ini diharapkan dapat membantu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk lebih fokus pada pengembangan properti, infrastruktur, utilitas, dan teknologi informasi.
BACA JUGA:Bangga! Film 'Autobiography' Wakili Indonesia di Piala Oscar 2024
Usulan ini berasal dari Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, Wahyu Dewanto, yang berpendapat bahwa penggabungan ini akan membantu memusatkan usaha di bidang properti, infrastruktur, utilitas, dan teknologi informasi.
Ia berharap bahwa dengan menggabungkan MRT dan LRT, perusahaan pengembangan properti milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Jakpro, dapat lebih berfokus pada bisnisnya.
BACA JUGA:Maudy Ayunda bUKA Pintu Diskusi Soal Pendidikan: Menyusun Ulang Ujian Pilihan Ganda Menjadi Essay
Sebagai informasi tambahan, PT MRT Jakarta telah menerapkan tarif integrasi antarmoda dengan harga maksimal Rp10 ribu sejak Agustus 2022.
Namun, meskipun tarif tersebut sudah diberlakukan, hanya sekitar dua persen dari total penumpang yang menggunakan tarif integrasi tersebut untuk perjalanan dengan lebih dari satu moda transportasi.
Oleh karena itu, PT MRT Jakarta berpendapat bahwa perlu dilakukan reevaluasi terhadap tarif integrasi tersebut.