JAKARTA, POSTINGNEWS.ID - Kantor Transportasi Jakarta telah menerapkan kebijakan tarif disincentive dengan mengenakan biaya parkir tertinggi bagi kendaraan yang tidak lulus uji emisi.
Kebijakan ini merujuk pada Peraturan Gubernur No. 66 tahun 2020 tentang uji emisi.
Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya untuk mengatasi masalah polusi udara dan mengurangi tingkat pencemaran udara di Jakarta.
BACA JUGA:HEBOH! Seorang Warga Bayar Parkir Hingga Rp10 Juta di Stasiun Bogor Selama Dua Tahun
Ani Ruspitawati, juru bicara Tim Penanggulangan Pencemaran Udara Jakarta, menjelaskan bahwa tujuan utama dari tarif disincentive ini adalah mendorong penduduk Jakarta untuk beralih dari penggunaan kendaraan pribadi menuju transportasi umum yang lebih ramah lingkungan.
Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mengurangi kemacetan lalu lintas, tingkat polusi udara, dan ketergantungan pada kendaraan bermotor.
Sistem ini akan mengidentifikasi setiap kendaraan, baik yang telah lulus uji emisi maupun yang belum, dengan menggunakan nomor plat yang terintegrasi dengan Kantor Lingkungan Hidup.
BACA JUGA:Dishub DKI Jakarta Tetapkan 10 Lokasi dengan Harga Parkir Tertinggi, Berikut Daftar Lengkapnya!
Identifikasi ini akan dilakukan di 10 area parkir yang dikelola oleh pemerintah kota.
Dengan demikian, kendaraan yang tidak memenuhi standar emisi akan dikenai biaya parkir lebih tinggi sebagai tindakan penalti.
Peraturan biaya parkir tertinggi ini telah diatur dalam Peraturan Gubernur No. 31 tahun 2017 tentang Biaya Layanan Parkir.
BACA JUGA:Tukang Parkir di Senayan Ditangkap karena Mematok Harga Parkir Rp 10 Ribu!
Untuk kendaraan beroda empat atau mobil, biaya parkir akan dikenakan sebesar Rp7.500 per jam secara progresif di lokasi parkir yang dikelola oleh pemerintah kota.
Bagi kendaraan ini, biaya parkir akan meningkat seiring dengan lamanya waktu parkir.
Namun, di lokasi Park and Ride, kendaraan beroda empat hanya akan dikenai biaya parkir sebesar Rp7.500 sekali bayar atau flat, tanpa memperhitungkan durasi parkir.