JAKARTA, POSTINGNEWS.ID - Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri, Irjen Firman Shantyabudi, mengajukan usulan yang kontroversial terkait pemesanan pelat nomor kendaraan.
Menurut Firman, pemesanan pelat nomor kendaraan bisa dilakukan dengan menggunakan nama seseorang yang dihargai dengan harga Rp 500 juta.
Usulan ini dianggapnya sebagai cara yang lebih realistis untuk meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) daripada mengandalkan pendapatan dari pembuatan SIM atau dana tilang yang kurang jelas penggunaannya.
BACA JUGA:Rejeki Nomplok! Bansos PKH Tahap 3 Cair Juli 2023 Segini Besaran Uangnya
Firman mengemukakan pendapatnya dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI di Gedung MPR/DPR, Jakarta, pada Rabu (5/7/2023).
Ia mengungkapkan bahwa dengan usulan tersebut, jika terdapat beberapa orang dengan nama yang sama, pelat nomor kendaraan akan diberikan kepada mereka yang menawarkan harga tertinggi.
Selanjutnya, Firman menyampaikan contoh jika ada mobil dengan pelat nomor "Yusri 1".
Jika ada seseorang yang bersedia membayar Rp 500 juta selama lima tahun untuk menggunakan pelat nomor tersebut, maka hal tersebut dapat dijadikan sumber PNBP yang lebih realistis.
Firman juga mengusulkan agar kebijakan ini diberlakukan tanpa memperhatikan aturan ganjil-genap pada pelat nomor kendaraan.
Namun, jika terdapat beberapa individu dengan nama yang sama yang ingin menggunakan pelat nomor kendaraan khusus ini, maka akan diterapkan sistem lelang.
Dalam kasus tersebut, pelat nomor kendaraan akan dilelang kepada pihak yang memberikan penawaran tertinggi, dan dana yang terkumpul dari lelang tersebut akan masuk ke kas negara.
Firman berharap agar kebijakan pembuatan SIM tidak lagi dijadikan sebagai target pemasukan.
Ia juga meminta dukungan dari Komisi III DPR RI untuk mendukung usulan tersebut sebagai solusi alternatif dalam meningkatkan PNBP.
BACA JUGA:Szoboszlai Tambal Lini Tengah Liverpool, Nunez Bakal Auto Gacor?
Firman menekankan bahwa pendekatan ini lebih realistis daripada mengandalkan pendapatan dari pembuatan SIM yang terkadang menimbulkan praktek tidak etis, seperti memberikan kemudahan kepada pihak yang tidak memenuhi persyaratan atau memindahkan orang dari satu golongan ke golongan lain hanya untuk mencapai target PNBP.