JAKARTA, POSTINGNEWS.ID - Kremlin sedang melanjutkan perang secara diam-diam di wilayah pendudukan untuk mengubah jutaan orang Ukraina menjadi warga negara Rusia, karena potensi militer Rusia sedang melemah.
Pada akhir April, Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani perintah eksekutif yang menetapkan tenggat waktu bagi penduduk wilayah pendudukan untuk mengajukan kewarganegaraan Rusia.
Mereka yang menolak dan memilih memegang paspor Ukraina menghadapi konsekuensi seperti kehilangan hak milik, hukuman penjara, dan deportasi.
Para ahli menilai bahwa dengan perintah eksekutif tersebut, Putin ingin mengusir orang-orang yang tidak bersimpati terhadap rezimnya dari wilayah pendudukan.
Putin juga dianggap sedang menyiapkan panggung untuk invasi lebih lanjut dengan dalih "melindungi warga Rusia."
BACA JUGA: Bursa Transfer 2023: Klub-Klub Elite Liga Inggris Berlomba-Lomba Rombak Lini Tengah
Mereka juga memperingatkan bahwa hal ini membuka jalan bagi pengawasan massal terhadap warga Ukraina.
Memiliki kewarganegaraan Rusia di wilayah pendudukan juga berarti Moskow dapat mewajibkan penduduk setempat dan memaksa mereka berperang melawan negara mereka sendiri.
Langkah pasporisasi ini bukanlah hal baru bagi Kremlin.
Setelah mencaplok Krimea pada tahun 2014, Rusia memberlakukan kewarganegaraan pada lebih dari dua juta orang di semenanjung tersebut melalui pemberian paspor otomatis.
Pada tahun 2017, Kremlin memperluas praktik ini ke bagian-bagian oblast Luhansk dan Donetsk di Ukraina timur yang diduduki oleh Rusia.
BACA JUGA: Mengejutkan! Mason Mount Ternyata Diberi Nomor Punggung ini di MU...
Namun, kali ini Kremlin mengubah taktiknya.
Alih-alih memberikan paspor otomatis, yang melanggar hukum internasional secara terang-terangan, mereka memaksa orang Ukraina untuk mengubah kewarganegaraan mereka menjadi Rusia.
Rusia telah memperluas pasporisasi lebih lanjut ke wilayah Ukraina yang diklaim telah dianeksasi sejak invasi besar-besaran ke Ukraina pada Februari 2022.