MPR Curiga Kayu Hanyut Banjir Sumatera Bukan Karena Longsor, Tapi Karena Tebangan Manusia

MPR Curiga Kayu Hanyut Banjir Sumatera Bukan Karena Longsor, Tapi Karena Tebangan Manusia

MPR curiga kayu gelondongan yang hanyut saat banjir Sumatera bukan dari longsor, melainkan bekas tebangan manusia. Pemerintah diminta turun tangan.-Foto: Antara-

JAKARTA, PostingNews.id – Di tengah suasana Sumatra yang lagi berjuang bangkit dari banjir dan longsor, ribuan kayu gelondongan yang ikut hanyut tiba-tiba jadi bintang utama pembicaraan. Bukannya simpati, publik justru dibuat garuk-garuk kepala karena kayu-kayu itu bentuknya terlalu rapi buat disebut “korban badai”.

Ketua MPR RI Ahmad Muzani ikut menyenggol isu ini. Nada suaranya bukan sekadar curiga, tapi lebih mirip orang yang baru nemu plot twist dalam drama kebencanaan. Setelah melihat beragam foto dan video yang berseliweran, Muzani merasa kayu-kayu itu bukan pohon yang tumbang mendadak, tetapi lebih kayak stok lama yang memang sudah ditebang manusia jauh sebelum banjir datang.

“Kalau dari lihat gambar-gambar dan foto-foto yang kami saksikan, entah di Aceh, entah di Sumatra Utara, sepertinya kayu-kayu yang hanyut itu kayu-kayu hasil tebangan itu, yang cukup lama, bukan kayu-kayu yang ditebang baru-baru atau kayu-kayu yang roboh karena terjangan badai,” kata Muzani usai bertemu Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa, 2 Desember 2025.

Pernyataan dari pimpinan lembaga negara ini jelas bikin panas telinga banyak pihak. Pasalnya, kalau benar sebagian kayu itu hasil perambahan hutan, maka bencana kemarin bukan sekadar amukan cuaca ekstrem. Ada tangan-tangan manusia yang ikut menyuburkan malapetaka, membuat sungai kehilangan penyangga alamnya dan membuka jalur bebas hambatan bagi banjir bandang.

BACA JUGA:Dari Hulu Sampai Hilir Amburadul, KLH Ungkap Tata Ruang Jadi Akar Banjir Mematikan di Sumatera

“Artinya kalau itu betul, ya, kalau itu betul, itu berarti ada pembalakan liar yang tidak terkendali yang menyebabkan yang menjadi salah satu sebab bencana ini bisa memperparah dan diperparah,” ujar Muzani.

Muzani pun menekankan bahwa ini bukan saatnya saling lempar tanggung jawab. Ia menuntut lembaga yang terkait urusan lingkungan untuk berhenti melihat hutan hanya lewat laporan kertas. Menurutnya, bencana di Sumatra sudah cukup jadi alarm keras yang volumenya tinggi, pesan sederhananya jangan lagi pura-pura tidak dengar.

“Karena itu, saya kira, para pemangku kebijakan lingkungan harus sangat serius memperhatikan ini sebagai sebuah faktor di kemudian hari yang bisa menimpa anak-cucu kita kalau kita lalai dan abai dalam urusan ini. Cukup ini menjadi pelajaran terakhir,” kata Muzani.

Dengan kata lain, Muzani ingin bilang begini dengan cara yang lebih sopan semoga bencana ini cukup satu kali dan jangan sampai bangsa ini belajar lewat tragedi berulang hanya karena hutan dibiarkan habis sebelum waktunya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Share