Dikasih Opsi Abolisi, Soenarko: Gue Enggak Pikirin, Itu Rekayasa

Dikasih Opsi Abolisi, Soenarko: Gue Enggak Pikirin, Itu Rekayasa

Soenarko merespons dingin rencana abolisi pemerintah. Ia menyebut kasus makar yang menjeratnya sebagai rekayasa sejak 2019.-Foto: Viva-

JAKARTA, PostingNews.id — Wacana pemerintah untuk membebaskan ratusan perkara yang status hukumnya menggantung tampaknya tidak membuat semua orang bersorak. Salah satunya adalah nama yang sejak 2019 selalu muncul ketika isu makar dibahas, yakni Mantan Danjen Kopassus, Mayjen (Purn) TNI Soenarko.

Alih-alih merasa mendapatkan “angin segar”, Soenarko justru terlihat datar bahkan dingin. Tuduhan makar yang menyeretnya sejak Pilpres 2019, lengkap dengan bumbu isu penyelundupan senjata dalam Aksi 22 Mei, baginya tak lebih dari cerita lama yang ia anggap sekadar karangan.

“Gue enggak pikirin, itu kasus rekayasa,” ujarnya santai kepada wartawan lewat telepon, Jumat, 14 November 2025.

Nada bicaranya stabil, seperti seseorang yang sudah terlalu lama menunggu akhir film yang tidak pernah diputar.

BACA JUGA:Soeharto Jadi Pahlawan, PDIP: Kami Belum Gugat, Tapi Kalau Ada yang Gugat Kami Dukung

Loyalis Presiden Prabowo Subianto itu mengaku tak punya beban berarti. Ia meyakini kasus tersebut hanyalah “fitnah berstruktur” versi dirinya—rekayasa pemerintahan masa lalu—yang entah kenapa belum juga dibereskan sampai hari ini. Penahanannya waktu itu pun berakhir setelah mendapat jaminan dari tokoh-tokoh besar seperti Marsekal Hadi Tjahjanto dan Luhut Binsar Pandjaitan.

“Saya bilang itu fitnah,” tegasnya, pendek dan lugas.

Yang menarik, ketika pemerintah melalui Menko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mulai membangun jalur amnesti, abolisi, dan rehabilitasi, Soenarko justru terlihat lebih bingung daripada lega.

Ia seperti orang yang ditawari solusi atas masalah yang ia yakini, tidak pernah ia lakukan.

BACA JUGA:Saldi Isra Sindir Fenomena No Viral No Justice, MK Bilang Hukum Bukan Konten TikTok

“Saya juga gak tau apa yang harus saya sikapi. Saya tidak pernah merasa melakukan pelanggaran hukum,” katanya.

Di sisi lain, Menko Yusril sedang menghadapi kumpulan kasus yang jauh lebih suram. Sekitar 400 orang hidup dalam status hukum yang menggantung, ditetapkan sebagai tersangka, tapi perkara mereka tak kunjung naik sidang ataupun ditutup.

Kasus Soenarko hanya salah satu contoh. Ada pula Brigjen TNI (Purn) Adityawarman Thata, yang meninggal dunia sambil tetap menyandang status tersangka makar. Sebuah ironi hukum yang bahkan tidak memberi kesempatan terakhir untuk membersihkan nama.

“Banyak juga terkait dengan tindakan pidana Makar seperti yang ditujukan kepada Pak Soenarko misalnya atau Pak Adityawarman… sampai Pak Adityawarman meninggal, sampai hari ini,” kata Yusril di kantornya, Kamis, 13 November 2025.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News