Soeharto Jadi Pahlawan, PDIP: Kami Belum Gugat, Tapi Kalau Ada yang Gugat Kami Dukung
PDIP belum berencana menggugat gelar pahlawan untuk Soeharto, namun siap mendukung jika ada pihak yang membawa kasus ini ke PTUN atau MK.-Foto: Antara-
JAKARTA, PostingNews.id — Di tengah gegap gempita gelar pahlawan untuk Soeharto yang baru saja diketuk pemerintah, PDI Perjuangan tampak belum ingin ikut turun gelanggang. Bukan karena tak punya alasan, tetapi karena mereka tampaknya sedang memilih posisi yang paling strategis sebelum menyalakan mesin perlawanan.
Politikus PDI Perjuangan, M Guntur Romli, mengatakan bahwa sampai saat ini partainya belum menyusun rencana menggugat langkah pemerintah tersebut. Padahal, Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti sudah membuka pintu, bahkan menunjukkan jalurnya, bahwa keputusan Presiden Prabowo Subianto itu dapat diuji lewat PTUN maupun Mahkamah Konstitusi.
Kendati belum bergerak, Guntur memastikan bahwa partainya tidak akan menghalangi siapa pun yang ingin menggugat.
“Kami belum ada rencana gugat ke PTUN, tapi kalau ada yang menggugat kami dukung penuh,” kata Guntur kepada wartawan, Jumat 14 November 2025.
BACA JUGA:PPP Ingin Hidup Lagi, Mardiono Keliling Ulama Demi Rebut Hati Umat
Bagi Guntur, pemberian gelar tersebut justru menjadi potret inkonsistensi negara. Ia menyinggung putusan Mahkamah Agung yang memerintahkan Soeharto dan ahli warisnya membayar ganti rugi 4,4 triliun.
“Soeharto dan ahli warisnya itu sudah diputuskan oleh MA untuk membayar ganti rugi 4,4 triliun, bukannya ditagih malah diberikan gelar pahlawan,” katanya.
Guntur juga mengingatkan kembali laporan Tim Penyelidikan Komnas HAM 2012 yang menyebut Soeharto bertanggung jawab atas kejahatan kemanusiaan 65-66.
“Korbannya 500 ribu sampai 3 juta orang, kok malah diberi gelar pahlawan,” pungkasnya.
BACA JUGA:Setelah MK Tutup Jalan, DPR Minta Prabowo Turun Tangan Jemput Polisi Aktif di Jabatan Sipil
Sementara itu, Bivitri Susanti menegaskan bahwa keputusan presiden terkait gelar pahlawan dapat dibatalkan melalui jalur hukum. Ia menuturkan bahwa keputusan administratif seperti itu hanya dapat dicabut oleh dua pihak, yaitu presiden sendiri atau pengadilan.
“Penetapan gelar pahlawan itu bentuknya keputusan presiden, bentuk kebijakan seperti itu secara teori cuma bisa dibatalkan oleh dua hal. Pertama, oleh lembaga itu sendiri yang mengeluarkan, kedua keputusan pengadilan,” jelas Bivitri dalam aksi Kamisan, Kamis 13 November 2025.
Secara formal, lanjut Bivitri, Presiden memang dapat mencabut keputusannya. Namun ia mengaku tidak terlalu yakin opsi itu akan ditempuh oleh pemerintah sekarang.
“Saya sih nggak percaya ya dia akan membatalkan, tapi di atas kertas kita bisa tuntut itu,” kata Bivitri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News