Bukan Teroris, Polisi Sebut Pelaku Bom SMAN 72 Hanya Korban Kesepian

Bukan Teroris, Polisi Sebut Pelaku Bom SMAN 72 Hanya Korban Kesepian

Polisi ungkap pelaku bom SMAN 72 bukan teroris, melainkan remaja kesepian yang hidup tanpa kehadiran orang tua dan terpapar ekstremisme dunia maya.-Foto: Antara-

JAKARTA, PostingNews.id — Polisi akhirnya mengungkap sisi lain dari kasus ledakan bom di SMAN 72 Jakarta Utara yang sempat mengguncang publik. Di balik peristiwa itu, tersimpan kisah remaja berinisial F, anak berkonflik dengan hukum yang ternyata selama ini hanya tinggal berdua dengan ayahnya.

“ABH tinggal bersama ayahnya sementara ibu bekerja di luar negeri,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Budi Hermanto kepada wartawan pada Rabu, 12 November 2025.

Polisi menduga kondisi keluarga yang tidak utuh dan kurangnya pendampingan emosional menjadi salah satu faktor yang membuat F kerap merasa kesepian dan tertutup dari lingkungannya.

Selain itu, penyidik juga tengah menelusuri kemungkinan adanya perundungan atau bullying yang dialami F di sekolah. Isu ini sempat mencuat setelah beberapa teman sekelas mengaku F sering menjadi bahan ejekan. “Saat ini masih pendalaman agar fakta sebenarnya bisa ditemukan, karena ABH masih tahap pemulihan pasca operasi,” ujar Budi.

BACA JUGA:BGN Siapkan Rp29 Triliun buat MBG Hingga Akhir 2025, tapi Serapannya Masih Minim

Ledakan itu sendiri terjadi saat kegiatan salat Jumat berlangsung di masjid sekolah pada 7 November 2025. Suasana yang awalnya tenang berubah jadi kepanikan setelah dua bom rakitan meledak di dalam area ibadah. Sebanyak 96 orang, baik siswa maupun guru, mengalami luka-luka dan harus dilarikan ke rumah sakit.

Dari hasil penyisiran, tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri menemukan total tujuh bom rakitan yang dibuat oleh F. Dua di antaranya sudah sempat diledakkan, sementara lima lainnya berhasil diamankan sebelum meledak. Fakta ini menambah kengerian sekaligus keprihatinan, mengingat pelaku adalah seorang siswa SMA.

Namun, polisi menegaskan bahwa tindakan F bukan bagian dari jaringan terorisme mana pun. Juru bicara Densus 88 Antiteror Polri, AKBP Mayndra Eka Wardhana, mengatakan bahwa aksi tersebut murni tindakan kriminal yang lahir dari pengaruh ekstrem di dunia maya. 

“Sampai saat ini tidak ditemukan aktivitas terorisme yang dilakukan ABH. Jadi ini murni tindakan yang dilakukan adalah tindakan kriminal umum. Kalau di komunitas kekerasan ini ada istilah Memetic Violence daring,” ujarnya dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya.

BACA JUGA:Mau Cabut Gelar Pahlawan Soeharto? Para Ahli Sudah Punya Rumus Hukumnya

Istilah Memetic Violence atau kekerasan mimetik menggambarkan fenomena baru di era digital. Seorang individu melakukan kekerasan setelah terinspirasi oleh tindakan, simbol, atau ideologi ekstrem yang mereka temui di internet. 

Kekerasan ini muncul bukan karena perintah langsung dari kelompok tertentu, melainkan karena dorongan meniru konten yang mereka konsumsi.

“Yang bersangkutan hanya mempelajari kemudian mengikuti beberapa tindakan ekstremisme yang dilakukan bahkan posenya kemudian beberapa simbol yang ditemukan itu sekedar menginspirasi,” kata Mayndra menambahkan.

Polisi kini berfokus pada dua hal. Pertama, memulihkan kondisi fisik dan psikologis F pasca operasi. Kedua, memastikan penyelidikan menyentuh akar masalah yang lebih dalam—mulai dari lingkungan keluarga, kondisi mental, hingga paparan dunia digital yang memperkuat kecenderungan ekstrem.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News