Mau Cabut Gelar Pahlawan Soeharto? Para Ahli Sudah Punya Rumus Hukumnya
Ahli hukum ungkap cara hukum membatalkan gelar pahlawan nasional Soeharto, dari prosedur PTUN hingga dugaan maladministrasi.-Foto: IG @presidenrepublikindonesia-
JAKARTA, PostingNews.id — Langit politik Jakarta belum juga reda sejak Presiden Prabowo Subianto mengumumkan bahwa mantan presiden Soeharto resmi menyandang gelar pahlawan nasional. Keputusan yang dituangkan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 116/TK/Tahun 2025 itu dibacakan langsung di Istana Negara pada 10 November 2025, bertepatan dengan Hari Pahlawan.
Dalam keppres itu, Soeharto dinilai berjasa dalam perjuangan kemerdekaan, terutama saat menjadi wakil komandan Badan Keamanan Rakyat (BKR) Yogyakarta yang memimpin pelucutan senjata tentara Jepang di Kotabaru pada 1945.
Tapi, gelar ini tampaknya belum akan tenang di dada sang jenderal. Sebab, peluang untuk menggugat keputusan itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) kini terbuka lebar. Dosen Hukum Tata Negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, mengatakan ada dua jalan hukum yang bisa ditempuh untuk menganulir keputusan presiden tersebut. Pertama, presiden bisa mencabut sendiri gelar itu.
“Agak pesimistis. Apakah mungkin presiden akan mengoreksi itu? Saya kira tidak. Karena bagaimanapun usulan Soeharto sebagai pahlawan itu merujuk pada rencana presiden atau menteri-menterinya. Jadi agak sulit memenuhi itu,” kata Herdiansyah kepada wartawan, Selasa, 11 November 2025.
BACA JUGA:Dikasih Gizi Malah Masuk IGD, Separuh Kasus Keracunan Nasional Datang dari MBG
Menurutnya, cara kedua lebih realistis, yakni dengan menggugat Keppres itu ke PTUN. Sebab presiden adalah pejabat tata usaha negara, sehingga setiap keputusannya bisa diuji secara hukum administrasi negara.
Dosen Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada, Yance Arizona, juga menegaskan bahwa celah hukum untuk menggugat tetap ada. Ia mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, serta Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2010 sebagai aturan pelaksana.
Memang, kata Yance, tidak ada pasal yang secara spesifik menjelaskan pencabutan gelar pahlawan nasional, namun ada mekanisme untuk mencabut tanda jasa dan kehormatan.
“Prosedurnya adalah dengan permintaan kepada dewan gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan untuk meninjau ulang pemberian tanda jasa dan tanda kehormatan,” ujar Yance. Jika kemudian terbukti bahwa penerima gelar tidak lagi memenuhi syarat, dewan dapat memberikan rekomendasi kepada presiden untuk mencabutnya. “Meskipun tidak diatur secara spesifik, saya menilai bahwa untuk gelar pahlawan nasional juga dapat ditempuh mekanisme serupa,” katanya.
BACA JUGA:Petugas Dapur Belum Digaji, DPR Semprot Badan Gizi Nasional
Dalam hukum administrasi negara, keputusan presiden bisa dibatalkan apabila terbukti cacat prosedur atau substansi. Namun jika langkah administratif ini tidak diambil, masyarakat masih punya opsi lain, yakni menggugat langsung ke PTUN. Menurut Yance, para korban pelanggaran HAM masa Orde Baru memiliki legal standing untuk menggugat. Waktunya pun terbatas, yakni 90 hari sejak Keppres itu diterbitkan.
“Dalam kasus ini, saya menilai bahwa sejak awal sebenarnya Soeharto tidak memenuhi syarat sebagai pahlawan nasional karena ada banyak kejahatan negara yang terjadi pada masa pemerintahannya, baik itu peristiwa pembantaian pasca 1965, pelanggaran HAM Tanjung Priok, Talang Sari, Petrus, Semanggi I dan II,” ujar Yance. Ia menambahkan bahwa ironi terbesar dalam keputusan ini adalah fakta bahwa seorang pemimpin otoriter justru diabadikan sebagai pahlawan bangsa.
Penggugat, lanjut Yance, bisa menggunakan berbagai dalil, mulai dari pelanggaran HAM berat yang tidak pernah diadili karena absennya pengadilan HAM ad hoc, hingga Ketetapan MPR Nomor XI Tahun 1998 yang menuntut pemeriksaan terhadap Soeharto dan keluarganya namun tak pernah dilaksanakan. “Pemberian gelar pahlawan ini justru memperkuat impunitas dan menutup pintu pencarian kebenaran terhadap kejahatan masa lalu,” tegasnya.
Nada serupa datang dari Herlambang P. Wiratraman, Ketua Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial Fakultas Hukum UGM. Ia menilai pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto sangat mungkin digugat ke PTUN apabila terdapat unsur maladministrasi dalam proses pengusulannya. “Maladministrasi bisa terjadi karena pengusulan gelar yang tidak melalui cara yang sesuai dengan ketentuan hukum,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News