JAKARTA, POSTINGNEWS.ID - Keputusan final terkait kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi ada di tangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha pada Selasa (23/8/2022) mengatakan, Kemenkeu lah yang mengetahui kemampuan APBN untuk membiayai subsidi BBM.
Menurut Satya, jika dianggap APBN berat, maka volume BBM subsidi bisa dikontrol melalui Kementerian ESDM.
Diterangkan Satya, subsidi energi harus tepat sasaran sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi.
BACA JUGA:Arti Mimpi Dikejar Ular, Bisa Jadi sedang Ada yang Cinta
Ditambahkannya, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2021 tentang APBN Tahun Anggaran 2022, pada pasal 16 disebutkan subsidi BBM pada tahun anggaran 2022 mencapai Rp 206 triliun.
Pasal 17 regulasi ini mengatur tentang pendapatan negara bukan pajak, sehingga ketika harga minyak naik, maka pendapatan negara dari minyak meningkat.
Lebih lanjut Satya mengatakan, merujuk Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 2021 tentang penyediaan, pendistribusian dan harga jual eceran BBM di Indonesia, dalam ayat delapan disebutkan subsidi sesuai dengan kemampuan keuangan negara.
+++++
Selain itu, pemberian subsidi juga mempertimbangkan daya beli masyarakat dan ekonomi nasional, sehingga subsidi BBM harus terefleksi kemampuan keuangan negara, memperhatikan daya beli masyarakat, dan harus tepat sasaran.
Satya mengatakan, harga minyak dunia kini mengalami penurunan, bahkan lebih kecil dari asumsi APBN 2023. Namun, Satya menilai harga minyak bumi memiliki fluktuasi yang cukup tinggi yang membuat nilai subsidi mengalami fluktuasi.
Pada 2022, pemerintah mematok subsidi BBM Rp 502,4 triliun yang terdiri dari subsidi energi Rp 208,9 triliun dan kompensasi energi sebesar Rp 293,5 triliun.
Saat ini subsidi pertalite hanya tersisa 6 juta kiloliter dari 23 juta kiloliter subsidi yang disepakati hingga akhir 2022.
BACA JUGA:Waw, ini Daftar Negara Dengan Suhu Terpanas Di Dunia 2022
Pemerintah memperkirakan jumlah pertalite tersebut akan habis pada Oktober 2022, sehingga perlu adanya tambahan volume BBM subsidi, termasuk subsidi untuk solar yang volumenya terus mengalami peningkatan.
Dikatakan Satya, sesuai dengan Perpres Nomor 69 pemberian subsidi ditentukan oleh Kementerian Keuangan karena mereka yang tahu kekuatan anggaran negara. Pengaturan volume dilakukan oleh Kementerian ESDM, bukan Kementerian BUMN," kata Satya.
DEN menyarankan dua cara kepada pemerintah agar subsidi BBM tepat sasaran, yaitu skema distribusi tertutup menggunakan aplikasi dan memberikan bantuan langsung tunai kepada masyarakat yang sangat membutuhkan guna menjaga daya beli masyarakat tidak mampu.
+++++
DEN sudah memiliki strategi jangka panjang untuk mengurangi impor BBM, salah satunya dengan cara mempercepat konversi mobil menggunakan listrik atau bahan bakar gas.
Menurut Satya, konversi mobil listrik atau bahan bakar gas dipercaya akan mengurangi konsumsi BBM. Ia menilai saat ini suplai listrik dan bahan bakar gas di Indonesia lebih dari cukup yang membuat kedua energi tersebut relatif tak terpengaruh dengan fluktuasi harga minyak dunia.
Selain itu untuk mengurangi ketergantungan BBM impor, DEN juga memiliki rencana untuk meningkatkan campuran BBM penambahan biomassa atau biodisel.
DEN juga memiliki strategi untuk mengurangi subsidi elpiji dengan meningkatkan jumlah penggunaan gas melalui pipa. Satya percaya jaringan gas melalui pipa yang kian banyak akan mengurangi konsumsi elpiji yang sebagian besar masih didatangkan dari kegiatan impor.
BACA JUGA:Yuk Simak, ini Rekomendasi Makanan yang Pas Disantap saat Hujan tiba
Selain itu, Satya meminta agar Kementerian ESDM mempercepat dan menggalakkan konversi kompor elpiji ke listrik untuk mengurangi ketergantungan impor elpiji mengingat suplai listrik terbilang cukup dan harga kalori kompor listrik induksi masih lebih murah dibandingkan elpiji.