Bagi ICW, argumen penghematan itu justru berbahaya jika tidak disertai pembacaan risiko yang lebih luas. Pemilihan lewat DPRD memang bisa memangkas biaya logistik, tetapi berpotensi memusatkan kekuasaan pada ruang-ruang tertutup yang sulit diawasi publik. Transaksi politik bisa berpindah dari lapangan terbuka ke ruang rapat, dari rakyat ke elite.
Dalam konteks ini, ICW melihat wacana pilkada lewat DPRD bukan sekadar perdebatan teknis soal anggaran, melainkan soal arah demokrasi lokal. Apakah negara memilih memperbaiki praktik demokrasi langsung yang mahal namun terbuka, atau justru mundur ke mekanisme yang lebih murah tetapi rawan dikendalikan segelintir aktor.
Di tengah dorongan efisiensi yang digaungkan, ICW mengingatkan bahwa demokrasi memang tidak pernah gratis. Biayanya bukan hanya uang, tetapi juga komitmen untuk menjaga ruang partisipasi tetap terbuka dan bisa diawasi. Ketika alasan penghematan dipakai untuk memangkas hak memilih rakyat, di situlah logika demokrasi mulai goyah.