Bumi Makin Panas, Penyakit dari Hewan ke Manusia Ikut Mengintai

Minggu 28-12-2025,19:44 WIB
Reporter : Andika Prasetya
Editor : Andika Prasetya

David memberi contoh penyakit pes, yang disebabkan bakteri yang beredar di antara hewan pengerat dan kutu.

“Penyakit pes sangat dipengaruhi oleh suhu,” jelasnya.

“Kondisi yang lebih hangat dapat meningkatkan populasi hewan pengerat di beberapa wilayah dan mempercepat perkembangan kutu, yang dapat meningkatkan peluang penularan,” sambungnya.

Namun cerita itu tidak berhenti di sana.

“Pada suhu yang lebih tinggi, wabah penyakit menular kurang efisien karena kondisi yang memungkinkan kutu menjadi menular terganggu,” tambah David.

“Di luar titik tertentu, pemanasan lebih lanjut justru mengurangi penyebaran penyakit pes,” lanjutnya.

BACA JUGA:Afrika Diam-Diam Terbelah, Daratan Timur Bersiap Pisah dan Bentuk Samudra Baru

Respons terhadap suhu juga sangat bergantung pada jenis hewan pembawa penyakit. Kenaikan suhu sering dikaitkan dengan ledakan populasi nyamuk dan penyakit yang mereka bawa. Sebaliknya, dampaknya terhadap kelelawar dan hewan pengerat masih belum banyak dipahami, kemungkinan karena mekanisme ekologis yang jauh lebih rumit.

Ketidakpastian makin tebal ketika faktor iklim lain ikut masuk ke meja analisis. Curah hujan dan kelembapan, misalnya, menunjukkan pola yang jauh lebih bervariasi dan sering saling bertentangan.

“Curah hujan dan kelembapan dapat memengaruhi organisme dalam berbagai cara,” kata Artur.

“Pada tikus, curah hujan dapat meningkatkan ketersediaan makanan dan ukuran populasi mereka, tetapi hujan berlebihan juga dapat merusak atau menghancurkan liang mereka. Ada begitu banyak cara berbeda bagaimana curah hujan dan kelembapan memengaruhi satwa liar sehingga sulit mengidentifikasi pola yang konsisten,” lanjutnya.

Dengan memetakan hubungan antara penyakit dan faktor iklim, para peneliti mencoba memproyeksikan risiko di masa depan. Hasilnya memberi peringatan dini. Penyakit zoonosis yang berkorelasi positif dengan suhu berpotensi meningkat, terutama di wilayah yang diperkirakan mengalami pemanasan signifikan. Meski dampak curah hujan masih samar, banyak daerah yang terkait dengan zoonosis diprediksi menjadi lebih basah, kondisi yang bisa membuka peluang penularan baru.

BACA JUGA:Kandang Banteng Ganti Komando, Dolfie Palit Ditunjuk Pimpin PDIP Jateng

Untuk memperjelas gambaran tersebut, para peneliti menekankan pentingnya data yang lebih konsisten dan dapat dibandingkan, termasuk dengan menengok ke masa lalu.

“Kami berharap dapat mengurutkan spesimen museum untuk memahami bagaimana patogen beradaptasi terhadap perubahan iklim selama satu abad terakhir,” ujar David.

Menurutnya, membaca jejak sejarah penyakit adalah kunci untuk memahami masa depan. Di dunia yang terus memanas, ancaman kesehatan tak lagi datang sebagai kejutan tunggal, melainkan sebagai rangkaian perubahan perlahan yang saling berkelindan. Memahami nuansa itulah yang akan menentukan apakah manusia siap atau kembali terlambat membaca tanda.

Kategori :