JAKARTA, PostingNews.id – Hujan belum sepenuhnya pergi dari Sumatera, dan ancaman belum betul-betul reda. Di balik lumpur yang belum kering dan puing yang masih berserakan, para ahli mengingatkan bahwa bencana bisa datang lagi, kali ini sebagai babak susulan.
Dosen Magister Ilmu Kebencanaan Universitas Syiah Kuala, Teuku Alvisyahrin, menyebut situasi di tiga provinsi Sumatera masih berada dalam fase rawan. Ia membaca tanda-tanda itu dari prakiraan curah hujan yang dikeluarkan . Fokus kewaspadaannya tertuju ke Aceh, wilayah yang sebelumnya sudah dihantam banjir bandang dan longsor mematikan.
“Intensitas hujan cukup tinggi di sekitar Aceh pada awal Januari nanti. Kita perlu waspada dan siaga terhadap luapan baru, bahkan potensi banjir bandang,” kata Alvisyahrin kepada wartawan, Sabtu, 27 Desember 2025.
Menurut dia, jika bencana susulan terjadi, skalanya kemungkinan tidak sebesar gelombang air bah yang menerjang pada akhir November lalu. Salah satu penyebabnya, material berat berupa gelondongan kayu yang sempat terbawa arus kini sudah banyak terdampar di bagian hilir sungai. Namun situasi itu bukan berarti aman sepenuhnya.
BACA JUGA:Telepon Natal Prabowo ke Hotman Paris, Pujian Bisnis Mengalir tapi Ada Pesan Narkoba
"Namun, tidak tertutup kemungkinan ada longsoran baru di hulu karena situasi fisik lingkungan yang sudah sangat sensitif dan memburuk,” ujar Alvisyahrin.
Ia mengakui belum bisa menunjuk daerah mana saja yang paling rawan diterjang bencana susulan. Penentuan titik bahaya, menurutnya, harus merujuk pada peta risiko resmi yang dikelola oleh atau Badan Penanggulangan Bencana Daerah di masing-masing wilayah.
Meski begitu, Alvisyahrin menilai waktu tidak berpihak. Pemerintah didesak bergerak cepat, bukan hanya memulihkan kerusakan, tetapi juga memotong potensi bencana berikutnya. Salah satu langkah paling mendesak adalah membersihkan sisa-sisa bencana yang masih menghambat aliran sungai, terutama di kawasan permukiman.
Ia menyebut limbah kayu gelondongan, puing bangunan, dan lumpur tebal yang bahkan mencapai plafon rumah harus segera disingkirkan. Sungai di dekat permukiman juga perlu dikeruk agar air memiliki ruang untuk mengalir menuju muara.
BACA JUGA:Muktamar Digulirkan, Gus Ipul Minta Nahdliyin Tak Terprovokasi Kabar Liar
“Jika debit air tinggi lagi namun jalannya terhambat oleh rongsokan dan sedimentasi, air pasti akan meluap kembali karena ruang jalannya mengecil,” ujar Alvisyahrin.
Baginya, tantangan terbesar pascabencana bukan hanya memulihkan, tetapi juga berpacu dengan waktu. Curah hujan masih tinggi, sementara pekerjaan mitigasi menumpuk. Dalam kondisi seperti ini, respons lamban bisa berujung pada kerusakan lanjutan dan jatuhnya korban baru.
Karena itu, ia menyarankan pemerintah menyusun prioritas yang jelas. Salah satunya dengan membersihkan lebih dulu kawasan permukiman yang disiapkan sebagai hunian sementara bagi warga terdampak. Area ini, menurutnya, harus benar-benar aman dari ancaman banjir atau longsor susulan.
Di sisi lain, pemerintah pusat mulai bergerak membangun hunian sementara dan hunian tetap di tiga provinsi yang terdampak banjir bandang dan tanah longsor. Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, mengatakan pembangunan dilakukan dengan mempertimbangkan faktor keamanan jangka panjang.
"Kami optimalkan di lahan yang secara potensi risiko tidak akan terdampak potensi bencana serupa di masa depan," kata Abdul dalam keterangannya pada Jumat, 26 Desember 2025.
BACA JUGA:Kasus Ilegal Akses Belum Kelar, Nasabah Mirae Asset Mengadu ke OJK dan Bareskrim
Ia menjelaskan, pembangunan hunian pascabencana telah berjalan di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Di Provinsi Aceh saja, terdapat 10 kabupaten atau kota yang akan dibangun hunian sementara. Salah satunya berada di Kabupaten Pidie.
"Di sana pembangunan dengan biaya sendiri karena unit yang dibutuhkan untuk hunian sementara hanya 12 unit," ucap Abdul.
Namun di tengah upaya pemulihan itu, data korban terus bertambah. Abdul Muhari menyebut jumlah korban jiwa akibat banjir bandang dan tanah longsor di tiga provinsi Sumatera kembali meningkat. Berdasarkan pendataan per Kamis, 25 Desember 2025, total korban jiwa mencapai 1.135 orang.
Angka tersebut bertambah enam orang dibandingkan sehari sebelumnya yang tercatat 1.129 korban meninggal. Provinsi Aceh menjadi wilayah dengan korban terbanyak, yakni 503 jiwa. Di Sumatera Utara, jumlah korban meninggal mencapai 371 orang, sementara di Sumatera Barat tercatat sekitar 261 jiwa meninggal dunia.
Selain korban meninggal, BNPB juga mencatat sebanyak 173 orang masih dinyatakan hilang. Di tengah angka-angka itu, peringatan para ahli menjadi pengingat bahwa bencana belum sepenuhnya selesai. Air mungkin surut, tetapi ancaman masih menggantung, menunggu celah sekecil apa pun untuk kembali menghantam.