Kejagung Disentil ICW, Jubir Bilang Nilai Reformasi Tak Bisa Diukur dari Ulah Oknum Jaksa

Senin 22-12-2025,11:18 WIB
Reporter : Andika Prasetya
Editor : Andika Prasetya

JAKARTA, PostingNews.id — Gugatan datang dari luar, jawaban muncul dari dalam. Kejaksaan Agung merespons penilaian Indonesia Corruption Watch yang menyebut Jaksa Agung ST Burhanuddin gagal melakukan reformasi di tubuh korps adhyaksa. Bagi Kejagung, tudingan itu dianggap terlalu menyederhanakan persoalan dan tidak cukup adil melihat kerja lembaga secara keseluruhan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna menilai penilaian ICW tersebut keliru karena menjadikan ulah segelintir jaksa sebagai cermin kinerja institusi secara menyeluruh. Menurut dia, reformasi kejaksaan tidak bisa diukur hanya dari perilaku beberapa oknum yang terseret kasus hukum.

“Kurang bijaksana rasanya menilai perbuatan hanya beberapa oknum Kejaksaan dijadikan indikator kegagalan keseluruhan reformasi di Kejaksaan,” kata Anang kepada wartawan, Minggu 21 Desember 2025.

Anang lalu menarik garis lebih panjang. Ia menyebut sejak ST Burhanuddin menjabat sebagai Jaksa Agung, Kejaksaan Agung telah menangani banyak perkara besar yang berdampak luas bagi masyarakat. Penanganan kasus, menurut dia, menyentuh sektor-sektor strategis yang selama ini rawan praktik kotor dan merugikan negara.

BACA JUGA:Di Haul Gus Dur, Alissa Wahid Sentil Konsesi Tambang yang Bikin PBNU Pecah

Ia menyebut sejumlah perkara besar mulai dari tata niaga minyak goreng, tekstil, garam, hingga sektor energi dan lingkungan. Perkara-perkara itu, kata Anang, bukan sekadar dibuka, tetapi juga menghasilkan pemulihan kerugian negara dalam jumlah signifikan.

“Kejaksaan juga signifikan dalam menyelamatkan kerugian negara, seperti kasus Zarof (Ricar) hingga mencapai satu triliun rupiah dan penyitaan emas hampir 50 kg saat penangkapan, serta kasus OTT hakim yang nilainya hampir Rp 60 miliar dalam kasus suap minyak goreng, yang belum pernah dilakukan oleh aparat penegak hukum lain,” ujarnya.

Di mata Kejagung, capaian itu menjadi bukti bahwa kerja institusi tidak berjalan di tempat. Anang mengatakan kritik yang datang justru dibaca sebagai pengingat agar pembenahan terus dilakukan, bukan sebagai vonis kegagalan total.

“Kritikan yang konstruktif dan masukan untuk Kejaksaan yang disampaikan oleh teman-teman ICW akan menjadi motivasi bagi Kejaksaan untuk bekerja lebih baik, profesional, dan berintegritas, serta melakukan pengawasan kinerja kejaksaan,” ucapnya.

BACA JUGA:Meski Dilarang DPR, Mualem Tetap Izinkan Korban Manfaatkan Kayu Gelondongan Yang Terbawa Banjir

Namun di sisi lain, ICW punya catatan sendiri. Lembaga pemantau antikorupsi itu mencatat ada tujuh jaksa yang terseret kasus korupsi sejak ST Burhanuddin diangkat sebagai Jaksa Agung pada 2019. Catatan itu dijadikan dasar untuk menilai bahwa agenda reformasi di kejaksaan belum berjalan sebagaimana mestinya.

Bagi ICW, penangkapan jaksa oleh aparat penegak hukum menjadi sinyal bahwa pembenahan internal belum menyentuh akar persoalan. Mereka menilai tanggung jawab reformasi tetap berada di tangan pimpinan tertinggi lembaga.

“Sejak ST Burhanuddin diangkat sebagai Jaksa Agung pada 2019, terdapat 7 jaksa yang ditangkap akibat melakukan korupsi. Hal ini menunjukkan bahwa Jaksa Agung gagal melakukan reformasi Kejaksaan,” kata Kepala Divisi Hukum dan Investigasi ICW Wana Alamsyah dalam keterangan tertulis, Minggu 21 Desember 2025.

Tarik-menarik penilaian ini membuat reformasi kejaksaan kembali jadi bahan perdebatan. Di satu sisi, Kejagung memamerkan deretan capaian dan angka penyelamatan kerugian negara. Di sisi lain, ICW mengingatkan bahwa reformasi bukan hanya soal perkara besar, melainkan juga soal memastikan jaksa tak lagi tergelincir oleh praktik korupsi di dalam rumahnya sendiri.

Kategori :