JAKARTA, PostingNews.id — Di tengah gemerlap nama besar filsafat Yunani yang sering dipuji sebagai rumah rasionalisme, sebenarnya ada lorong lain yang jarang diberi lampu. Lorong itu berisi jejak ritual mistik, kepercayaan religius, dan pengalaman batin yang bagi orang Yunani kuno bukan sekadar pelengkap tetapi jantung dari cara mereka memandang dunia.
Jika hari ini kita mengenal mereka lewat logika dan debat panjang para pemikirnya, pada masa itu ada juga sisi yang berjalan setara yaitu pengalaman spiritual yang membentuk lanskap budaya mereka.
Dilansir dari The Archaeologist, Jumat, 12 Desember 2025, hubungan antara pemikiran dan kemistikan di dunia Yunani hampir tidak pernah terpisah. Tokoh seperti Plato, yang namanya melekat pada pondasi filsafat Barat, justru kerap keluar dari jalur nalar formal.
Ia mengikuti ritual keagamaan, membaca tanda-tanda ilahi, dan menjadikan pengalaman rohani sebagai bagian dari upayanya menjelaskan apa itu kebenaran. Bagi orang Yunani, memahami dunia berarti turut memahami hal-hal yang berada di balik tabir kenyataan.
BACA JUGA:Sedih, Prabowo Datangi Takengon Aceh, Pengungsi Diminta Bertahan di Tengah Luka
Kata mistik yang kita kenal pun berakar dari bahasa mereka. Mistik dalam tradisi Yunani bukan sekadar rahasia gelap tetapi pengalaman pribadi ketika manusia merasa bersentuhan dengan yang ilahi. Banyak di antaranya dilakukan melalui upacara yang mengubah kesadaran, seolah membuka pintu ke dimensi lain yang tidak bisa dijangkau hanya dengan berpikir logis. Pengalaman itu dianggap penting bagi komunitas, karena memberi pemahaman baru tentang kehidupan, kematian, dan makna keberadaan.
Salah satu ritual yang paling terkenal adalah Misteri Eleusis, rangkaian upacara penghormatan kepada Demeter dan Persephone. Meski tertutup rapat dari orang luar, upacara itu digambarkan sebagai perjalanan batin yang meniru pengalaman mati dan lahir kembali.
Siapa pun yang berhasil melewati tahapannya diyakini memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang alam semesta dan tempat manusia di dalamnya. Para inisiat kemudian menjadi bagian dari persaudaraan mistik yang membawa pengaruh besar dalam kehidupan religius masyarakat.
Ada juga sisi liar dalam kemistikan Yunani, seperti yang tampak dalam kultus Dionysus. Di sana peserta melepaskan batas diri lewat tarian, musik, dan ekstase, berusaha mencapai kebebasan batin dan kesatuan dengan yang ilahi. Tradisi lain seperti Orphisme mengulik perjalanan jiwa dari kematian menuju kelahiran kembali, meninggalkan ajaran yang kelak banyak mempengaruhi pemikiran para filsuf.
Tak sedikit dari filsuf Yunani yang mendapat inspirasi dari jalur mistik. Parmenides dengan gagasan bahwa kenyataan adalah satu kesatuan yang tak terpecah seolah mengaku mendapat penglihatan dari dimensi ilahi. Plato sendiri menempatkan cinta, keindahan, dan apa yang ia sebut kegilaan ilahi sebagai pintu menuju kebijaksanaan. Baginya, ada batas pada akal, dan untuk melampauinya manusia butuh dorongan batin yang mampu menembus hal-hal yang tidak bisa dipahami hanya dengan nalar.
Dalam pandangan Plato, kekuatan Eros menjadi jembatan antara manusia dan dunia ilahi. Cinta adalah tenaga pendorong yang membuat jiwa berani mencari apa yang tidak terlihat. Dalam pencarian itu, manusia tidak hanya menggunakan pikiran tetapi juga intuisi dan pengalaman rohani yang ia sebut sebagai mania. Keduanya dianggap bagian dari perjalanan menuju pengetahuan yang lebih tinggi.
Keseluruhan perjalanan menelusuri mistisisme Yunani menunjukkan bahwa sejarah mereka tidak sesederhana kisah tentang logika dan negara kota yang berperang. Ada dunia lain yang berjalan bersamaan, dunia yang percaya bahwa memahami alam semesta berarti menyelami hubungan manusia dengan yang ilahi.
Ketika praktik-praktik ini kembali dipelajari, kita tidak hanya menemukan cara hidup orang Yunani tetapi juga menemukan ulang kebutuhan manusia untuk mencari makna, melampaui batas dirinya, dan merasakan kehadiran sesuatu yang lebih besar.