Mengapa Perempuan dan Anak Menjadi Kelompok Paling Rentan dalam Bencana Banjir Sumatera?

Kamis 04-12-2025,15:44 WIB
Reporter : Andika Prasetya
Editor : Andika Prasetya

JAKARTA, PostingNews.id – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak memastikan pendampingan bagi kelompok paling rentan dalam bencana banjir besar di Sumatera tidak dibiarkan berjalan setengah hati. Layanan konseling dan dukungan psikologis mulai digelar di berbagai titik pengungsian, sementara menterinya, Arifah Fauzi, langsung turun ke lapangan untuk memastikan koordinasi berjalan.

Arifah menyebut pihaknya sudah menyambangi Padang dan melakukan komunikasi dengan pemerintah daerah jauh sebelum kedatangannya. “Kita kemarin kebetulan sudah ke Padang dan kami melakukan koordinasi. Sebelum kami datang ke Padang, kami sudah berkoordinasi dengan dinas terkait di tingkat provinsi dan kabupaten” kata Arifah di Jakarta pada Kamis 4 Desember 2025.

Upaya awal dilakukan melalui konsolidasi internal di kementerian dan pelaksanaan trauma healing di beberapa lokasi pengungsian. Menurutnya, gerak cepat sudah dilakukan sebelum rombongan kementerian tiba di lokasi. “Dan mereka secara gerak cepat melakukan konsolidasi internal, dan ketika kami datang ke sana juga sudah ada proses trauma healing” kata dia.

Di banyak pusat pengungsian, anak-anak tampak bermain seperti biasa. Gambaran ini bisa menipu karena seolah mereka tidak terguncang oleh banjir yang menghanyutkan rumah dan memecah rutinitas mereka. Arifah mengingatkan bahwa dampak psikologis bencana kadang baru muncul ketika mereka dewasa nanti. “Kalau secara keseluruhan kita lihat, anak-anak kelihatannya mereka tidak trauma karena mereka bermain. Tapi, itu punya kesan mendalam yang akan dibawa sampai nanti dewasa” ujar dia.

BACA JUGA:Kenapa Ekonomi Global 2026 Diprediksi Masih Gelap dan Apa Dampaknya buat Indonesia?

Ia menambahkan bahwa perempuan berada dalam posisi yang sangat rentan pada fase ini. Mereka tidak hanya menyaksikan rumah hilang, tetapi juga memikirkan masa depan keluarga. “Mereka melihat rumahnya hanyut, memikirkan masa depan keluarga, dan beban lain yang sangat berat. Pendekatan konseling yang berkelanjutan sangat dibutuhkan” ucapnya.

Arifah menegaskan bahwa pemerintah pusat, termasuk Presiden, terus mencari cara mengatasi hambatan distribusi dan akses menuju wilayah terisolir. Bantuan didorong melalui udara menggunakan helikopter, terutama untuk menjangkau titik pengungsian yang benar-benar terputus dari jaringan darat. “Bantuan daerah yang terisolir, kemudian bantuan itu dikirim melalui helikopter dan sebagainya. Kemudian kami juga fokus pada kebutuhan spesifik perempuan dan anak” kata dia.

Kementerian PPPA menekankan bahwa perempuan dan anak tidak bisa disamakan dengan kelompok pengungsi umum. “Karena perempuan dan anak mempunyai kebutuhan yang berbeda dengan korban-korban yang lain. Ini yang menjadi fokus kita” tambah dia.

Tantangan berikutnya adalah pendidikan yang berhenti total. Sudah sepekan anak-anak tidak dapat kembali ke sekolah karena bangunan rusak parah atau dipakai sebagai tempat pengungsian. Arifah mengakui kondisi ini sulit dipaksakan untuk segera pulih. “Ini kan kondisi yang tidak diinginkan. Kalau kondisi begini, sekolah dilanjutkan juga guru-gurunya juga belum siap. Mereka semua banyak terdampak” katanya.

BACA JUGA:Bahlil Baru Sebatas Ancam Cabut IUP Tambang Nakal yang Disorot dalam Banjir Sumatera

Penggunaan gedung sekolah untuk menampung warga menambah pelik situasi. “Tetapi untuk daerah-daerah tertentu yang sekolahnya masih ada, itu juga dipakai untuk tempat mereka mengungsi” ujarnya. Ia berharap pemulihan bisa berlangsung cepat agar aktivitas belajar dan kehidupan warga segera kembali berjalan normal.

Arifah menegaskan bahwa pemerintah tetap berupaya penuh memberikan perlindungan bagi para penyintas. “Jadi kita doakan saja, mudah-mudahan ini segala teratasi. Presiden komitmen di ruang biasa. Mencoba berusaha memberikan yang terbaik” tegas dia.

Kategori :