“Terhitung mulai tanggal 26 November 2025 pukul 00.45 WIB, KH Yahya Cholil Staquf tidak lagi berstatus sebagai Ketua Umum PBNU. Sejak saat itu, kepemimpinan PBNU sepenuhnya berada di tangan Rais Aam” tegasnya.
Miftachul juga mengimbau seluruh nahdliyin agar tetap mengedepankan nilai-nilai Khittah NU di tengah tensi politik yang naik turun. Ia mengajak semua pihak mengutamakan kepentingan bersama dan menahan diri dari perilaku yang dapat memecah belah.
“Semua pihak harus mengedepankan kepentingan bersama, menjaga akhlak yang mulia, dan menjunjung tinggi kejujuran dalam berpikir, bersikap, dan bertindak” ujar Miftachul.
Ia menutup dengan seruan spiritual yang menjadi penanda bahwa dinamika ini bukan hanya soal jabatan tetapi juga soal menjaga marwah organisasi.
“Marilah kita bermunajat kepada Allah SWT agar diberikan jalan keluar terbaik dan paling maslahat bagi Jam’iyah Nahdlatul Ulama” katanya.
BACA JUGA:Apa Hubungan Satwa Hutan yang Punah dengan Krisis Iklim yang Makin Parah?
Konflik dua pucuk pimpinan PBNU ini membuat publik nahdliyin dan masyarakat luas menyaksikan tarik-menarik legitimasi yang belum jelas arahnya. Di satu sisi ada Ketum yang bertahan pada aturan Muktamar, di sisi lain ada Rais Aam yang menyatakan putusan pemberhentian sudah berlaku. Situasi ini masih bergerak dan tampaknya perjuangan menjaga tatanan organisasi NU belum akan selesai dalam waktu dekat.