Konflik ini juga diwarnai perang narasi. Kemenhut berdalih penertiban dilakukan demi habitat Gajah Sumatera yang kritis. Namun, Abdul Aziz menyebut pemerintah sedang melakukan playing victim.
Menurut warga, pemerintah seolah-olah menempatkan diri sebagai pihak yang dizalimi rakyat, padahal rakyatlah yang butuh kejelasan batas lahan. "Kemenhut menjual nasib gajah yang seolah-olah masyarakatlah yang menjadi penyebab habitatnya hilang," ujar Aziz.
Ribuan warga kini bersiaga. Mereka menolak pindah sebelum pemerintah mau duduk bersama, buka-bukaan data, dan menunjukkan dokumen batas kawasan yang sah secara hukum dan akademik, bukan sekadar klaim sepihak.
PENTING: Situasi di Tesso Nilo ibarat bom waktu. Jika pemerintah terus menekan dengan ancaman pidana tanpa membuka ruang dialog data yang transparan, potensi bentrokan fisik di lapangan sangat mungkin terjadi. Mediasi yang adil kini menjadi satu-satunya kunci mencegah pertumpahan darah.