JAKARTA, PostingNews.id — Di tengah obrolan politik yang biasanya penuh salam komando dan senyum kamera, AHY tiba-tiba membuka lembar lama yang sempat panas tiga tahun penuh. Ketua Umum Partai Demokrat itu mengingat lagi drama perebutan partainya oleh kubu Moeldoko, saat ia bersilaturahmi dengan Presiden PKS, Almuzzammil Yusuf, Selasa 25 November 2025. Yang diundang memang tamu politik, tapi yang datang juga kenangan pahit yang belum selesai benar-benar hilang.
Acara berlangsung di markas Demokrat, wilayah Menteng, saat AHY memberi sambutan dengan gaya tuan rumah yang sedang mempersiapkan jamuan nostalgia. “Saya mengucapkan selamat datang di DPP Partai Demokrat, ini adalah rumah perjuangan kami,” ucapnya.
Lalu nada berubah sedikit getir ketika ia menyebut rumah perjuangan itu pernah dicoba dirampas. “Tempat yang kami pertahankan selama dua tahun ketika dicoba untuk direbut secara inkonstitusional,” lanjutnya, masih tanpa menyebut nama Moeldoko tapi publik tentu sudah bisa mengisi titik-titiknya sendiri.
Menurut AHY, Demokrat sudah bisa memaafkan kejadian tersebut, tapi tidak lantas bisa melupakan jejak lukanya. Ia bilang itu peristiwa buruk bagi demokrasi negeri ini, bukan sekadar episode internal partai semata. Putra SBY itu berharap tidak ada partai lain yang mengalami kejadian serupa.
BACA JUGA:Prabowo Mau Bangun Pusat Olahraga Seluas 300 Hektare
“Saya mendoakan tidak ada partai manapun di Indonesia yang mengalami musibah serupa,” ucapnya—kali ini seperti seorang survivor yang memberi peringatan kepada tetangga tenda lain.
Drama Demokrat-Moeldoko memang jadi salah satu sinetron politik paling panjang edisi 2021 sampai 2023. Dimulai dari KLB di Deli Serdang, 5 Maret 2021, Moeldoko mencoba naik ke puncak kursi ketua umum lewat jalur pintas organisasi. KLB itu bahkan mengangkat Moeldoko sebagai ketua umum periode 2021–2024 dan menyatakan AHY demisioner. Padahal AHY baru saja terpilih aklamasi di Kongres V Demokrat pada 2020.
Kubu KLB tetap ngotot dan mendaftarkan hasilnya ke Kemenkumham, sementara kubu AHY meminta pemerintah tidak mengesahkan karena dianggap melanggar AD/ART dan inkonstitusional. Sejak itu peta politik Demokrat pecah dua blok, mirip tepat sebelum hujan badai: yang satu yakin akan menang legalisasi, yang satunya bertahan pada legitimasi.
Akhir cerita baru turun 2023, ketika Mahkamah Agung menolak peninjauan kembali Demokrat versi KLB—bukan satu dua, tapi total 18 gugatan mental semuanya. Gamelan akhirnya berhenti, AHY keluar sebagai pemenang mutlak. Partainya utuh, palagan selesai, tapi rupanya memori masih hangat ketika topiknya disentuh.
BACA JUGA:ICW Bongkar Tiga Yayasan MBG Ternyata Diisi Eks Koruptor, Kok Bisa Nyasar ke Program Negara?
Dan hari ini, AHY bercerita lagi. Mungkin bukan untuk mengungkit luka, tapi untuk mengingatkan: kalau perebutan rumah politik sudah pernah terjadi, tak ada jaminan ia tak diulang. Atau mungkin, sekadar memastikan semua orang tahu—Demokrat sudah pernah dicoba direbut, tapi tak berhasil dibawa lari.