JAKARTA, PostingNews.id – Di Surabaya, gusruh soal surat risalah yang nyuruh dirinya mundur tidak membuat Gus Yahya kehilangan langkah. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini langsung menepis surat itu sambil mengingatkan bahwa urusan organisasi tidak bisa digampangkan begitu saja. Katanya, dokumen resmi tidak cukup hanya bermodal tanda tangan yang entah dari mana asalnya.
"Kalau dokumen resmi itu tanda tangannya digital, sehingga benar-benar bisa dipertanggungjawabkan. Kan zaman sekarang gampang sekali membuat tanda tangan scan. Maka kita lihat nanti" ujar Yahya seusai menghadiri Rapat Koordinasi PWNU se-Indonesia di Hotel Novotel Samator Surabaya, Ahad, 23 November 2025, dini hari.
Sebelumnya, surat yang diklaim sebagai kesimpulan rapat harian Syuriah PBNU telah beredar luas di media sosial. Surat tersebut mencantumkan tanda tangan Rais Aam PBNU Miftachul Akhyar dan memuat poin yang menyebut Gus Yahya diminta mengundurkan diri dalam waktu tiga hari sejak diterimanya keputusan rapat.
Namun Gus Yahya punya pandangan lain. Menurutnya, hasil rapat harian Syuriyah tidak memiliki kewenangan untuk mencopot pengurus harian PBNU termasuk ketua umum. Ia menegaskan bahwa ketentuan itu sudah jelas diatur dalam AD ART. “Rapat harian syuriah menurut AD/ART tidak berwenang untuk memberhentikan ketua umum" ujarnya.
BACA JUGA:PSI: Jokowi Begitu Kuat hingga Jadi Sasaran Banyak Musuh Politik
Meski suasana organisasi sedang memanas, Gus Yahya tetap menahan laju tensi. Ia meyakini NU cukup matang untuk menghadapi gejolak internal. Baginya, badai di tubuh organisasi bukan barang baru, hanya bagian dari sejarah panjang yang sudah sering mereka lalui.
“Nahdlatul Ulama (NU) ini organisasi besar dan sudah mengalami segala macam gelombang dalam sejarahnya. Saya optimis NU punya kemampuan untuk mengatasi masalah ini dengan sebaik-baiknya” kata Yahya.
Rapat koordinasi PBNU bersama PWNU se-Indonesia digelar setelah surat risalah tersebut beredar luas. Pertemuan berlangsung sejak Sabtu malam hingga Ahad dini hari. Namun ada pemandangan janggal di ruang rapat karena beberapa petinggi NU seperti Sekjen PBNU Syaifullah Yusuf dan Ketua PWNU Jatim Abdul Hakim Mahfudz atau Gus Kikin tidak terlihat hadir, membuat suasana makin penuh tanda tanya yang tidak terucapkan.