JAKARTA, PostingNews.id — Ahmad Ali seperti sedang mengajak publik melakukan refleksi massal. Ketua Harian PSI itu heran, kok cuma satu mantan presiden yang terus-menerus jadi sasaran tudingan cawe-cawe, padahal di luar sana ada mantan kepala negara lain yang masih mondar-mandir mengurus parpol bahkan duduk manis memegang jabatan di sana. Tidak ada yang ribut, tidak ada yang rewel. Tenang-tenang saja seperti angin malam di Bandung.
“Sudah waktunya bangsa ini juga berlaku adil. Ya kalau banyak orang mengatakan jangan melawan lupa, ya juga waktunya jangan kita menutup mata. Hari ini di depan mata kita ada beberapa mantan kepala negara yang masih asyik-asyik saja di partai politik, dan bahkan mendirikan partai politik. Dan sampai hari ini belum mau melepaskan jabatan-jabatan itu. Kok tidak direpotin, tidak dipusingkan gitu lho?” ujar Ali di Bandung pada Jumat malam, 14 November 2025.
Pertanyaan itu muncul setelah Ali ditanya apakah PSI tak takut Presiden ke-7 Joko Widodo kembali dituding cawe-cawe jika membantu partai itu di Pemilu 2029. Ali tak menyebut nama siapa mantan presiden yang ia sindir barusan, tetapi arah anginnya tentu bisa ditebak publik.
Ali menegaskan, kalau Jokowi benar ingin turun membantu PSI, itu hak politiknya. Tidak ada larangan. Yang membuatnya heran adalah kenapa beberapa orang tampak alergi ketika Jokowi kembali muncul di panggung politik setelah pensiun.
BACA JUGA:Remaja Wajib Tahu! PCOS Sering Datang Diam-Diam dan Bikin Tubuh Berubah Tanpa Disadari
“Cawe-cawe, apa sih cawe-cawe itu? Hari ini kalau kita mau jujur, jangankan anak presiden. Coba cek di seluruh Indonesia, ada berapa sih anak gubernur yang jadi kepala daerah? Ada berapa sih anak bupati yang jadi bupati itu sendiri? Ini kan adalah faktanya,” jelas Ali.
Menurut dia, persoalannya bukan soal cawe-cawe, tetapi soal Jokowi yang dianggap figur terlalu besar sehingga kamera publik selalu otomatis mengarah padanya. “Cuma karena kemudian Pak Jokowi ini menjadi sesuatu yang kemudian terlalu luar biasa, dan kemudian orang pada ketakutan, sehingga apa pun yang dilakukan selalu menjadi sorotan kamera,” lanjut Ali.
Di tengah hiruk-pikuk itu, PSI memilih menaruh harapan pada teladan politik dari Presiden Prabowo Subianto. Ali bilang, Prabowo menunjukkan cara sederhana namun langka: tidak menjelekkan pemimpin sebelumnya dan tak terjebak godaan memecah-belah.
“Termasuk teladan bagaimana selalu dia berpesan untuk kita menghormati para pemimpin terdahulu, bagaimana kejujurannya selalu mengatakan bahwa dia selalu ingin dipecah belah dengan Pak Jokowi, tapi dia selalu berpesan bahwa, ‘janganlah, jangan pemimpin itu ketika dia berkuasa dipuja-puji, setelah tidak berkuasa dikuyuk-kuyuk’,” tutur Ali.
BACA JUGA:Ramai Tolak Soeharto Jadi Pahlawan, Bahlil: Sana Salat Dulu Kalau Masih Kesel
Bagi PSI, ketika Prabowo berdiri di podium dan berkata “terima kasih Pak Jokowi,” atau menyebut Jokowi sebagai guru politiknya, ia justru menunjukkan bahwa kehormatan tidak luntur hanya karena mengakui jasa orang lain.